News Update
Home » » Sukarno, ACFTA dan Bangkrutnya Indonesia di Bawah SBY

Sukarno, ACFTA dan Bangkrutnya Indonesia di Bawah SBY




Di tahun 1928 Sukarno senang sekali memperhatikan arah politik dunia, setiap bacaan ia arahkan pada arah politik dunia atau geopolitik. Bila di tahun-tahun sebelumnya Sukarno amat menyukai bacaan dengan landasan-landasan ilmu pikir murni, seperti Komunisme, Kapitalisme, Pan Islamisme ataupun sejarah, maka sejak awal 1928 Sukarno mulai memperhatikan apa yang terjadi dalam politik Internasional.

Pernah pada satu saat ia berjumpa dengan wartawan dan meminta mengulas terus apa yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat, Sukarno merasa sudah ada perkembangan di Jerman karena pemerintahan Weimar sudah amat buruk, Hitler mulai menunjukkan pesonanya di depan Angkatan Darat Jerman, Inggris sedang mengalami kesulitan, sementara Amerika Serikat lagi menikmati masa jaya-jayanya ekonomi kapitalis liberal sebelum akhirnya hancur pada tahun 1929 akibat depresi besar yang terjadi berkat permainan spekulasi saham yang berlebihan, spekulasi inilah yang kemudian menjadikan Amerika mengirim bisnismen-bisnismennya ke Jerman untuk melobi pihak Eropa dan mengadu domba mereka sehingga terjadi Perang Besar, jika perang besar terjadi maka Amerika Serikat bisa menggerakkan perekonomiannya.

Sukarno senang sekali dengan peta politik Internasional ia kerap menandai jajahan Inggris dengan tinta biru, jajahan Belanda dengan tinta merah dan jajahan Perancis ia coret dengan garis bergelombang. Suatu hari Sukarno kedatangan temannya dari Singapura yang membawa dua buku berjudul Seapower in the Pacific dan “The Great Pacific War” karangan Hector Charles Bywater. Bywater adalah seorang jurnalis Amerika yang mengikuti perkembangan politik dunia, ia melakukan pengamatan apa yang terjadi dalam konstelasi-konstelasi kekuatan dunia itu, dalam renungannya Bywater menuliskan bahwa “kelak suatu hari akan terjadi perebutan kekuasaan di Lautan Pasifik antara Kekaisaran Jepang dengan Amerika Serikat dalam memperebutkan wilayah Asia Pasifik”. Dalam bukunya Bywater menuliskan bahwa serangan itu bermula dari pengeboman Pangkalan Militer Amerika Serikat di Filipina – (walaupun kemudian terjadi tahun 1942 bahwa yang dibombardir justru dari Pearl Harbour). Sukarno berpikir dalam-dalam soal yang diberikan Bywater ini, ia merenung dan membawa pulpennya lalu menuliskan catatannya diatas kertas : “Apabila Filipina diserbu Jepang, maka Jepang akan masuk lewat dua kemungkinan : Jawa atau langsung dari Pangkalan Militernya di Okinawa. Andai Jawa yang dikuasai maka otomatis ia akan menguasai Nusantara, penguasaan Jawa ini akan sedikit banyak mengusir Belanda. Lalu Sukarno teringat pada ramalan Jayabaya yang sudah amat dikenal dalam cerita-cerita rakyat (folklore) orang Jawa : “Kelak akan ada bangsa cebol berkulit kuning yang akan menguasai Jawa seumur jagung” seumur jagung adalah kalimat idiom dari kata waktu “singkat” . Akan ada penguasaan waktu yang amat singkat. Di titik inilah Sukarno menandai pertaruhan politiknya. “Pertarungan yang amat singkat akan menjadikan pertaruhan politik Indonesia ke depan, pertaruhan jangka panjang”.

Sejak menggeluti pemikiran Bywater, Sukarno mengarahkan seluruh daya politiknya pada pertarungan Internasional untuk memanfaatkan kesempatan bagi Indonesia. Ia paham bila pertarungan itu dibawa ke dalam, maka Indonesia belum kuat, harus mempermainkan politik Internasional untuk kemerdekaan Indonesia dan keuntungan-keuntungan strategis lainnya.

Pada tahun 1929, Sukarno sekali lagi menemukan Amerika Serikat menemui depresi ekonomi besar. Sukarno melakukan hitung-hitungan politik, bila Amerika Serikat mengalami depresi besar maka yang terjadi adalah Amerika membutuhkan modal. Sukarno berpikir bahwa satu-satunya cara mendapatkan modal Amerika harus menciptakan perang baru – (teori Sukarno ini sampai sekarang masih digunakan Amerika dalam mengelola konflik politik Internasional yang pada ujung-ujungnya adalah penguasaan sumber-sumber minyak bumi dan penguasaan alam). Sukarno juga melihat sumber daya alam Indonesia sebagai sumber logistik terbesar dalam Perang Asia Pasifik. Kebangkitan fasisme di penjuru dunia menarik perhatian Sukarno, kebangkitan fasisme adalah tahap akhir dari kebangkrutan Kapitalis ini yang Sukarno baca dari analisa-analisa ekonom Komunis tentang Kapitalisme. Sukarno sendiri akhirnya lebih setuju dengan tulisan yang menyatakan “Fasisme akan mati dengan sendirinya karena tidak sesuai dengan kodrat pertumbuhan masyarakat” Kematian fasisme ini menjadikan Sukarno akan mempermainkan Jepang bila kelak Jepang datang. Sukarno sendiri dengan daya ciptanya sudah memperkirakan kemerdekaan Indonesia akan terjadi pada Agustus 1945. Ini juga kelak menjadi naskah sandiwara tonil yang ia lakukan di Flores dengan judul sama : Agustus 1945.

Penemuan arsitektur geopolitik Sukarno inilah yang kemudian menjadi landasan kerja politik Sukarno, tinggal dia bagaimana menyadarkan rakyat tentang arah masa depan. Lalu setiap waktu Sukarno berpidato soal Perang Pasifik ini. Laporan-laporan Intel Belanda menyebutkan Pidato Sukarno tentang Perang Pasifik ini akan amat diperhatikan oleh banyak orang, tapi yang lebih menakutkan apabila kemudian Amerika Serikat atau Jepang memperhatikan apa omongan Sukarno, maka ini akan memancing kekuatan luar negeri untuk hajar Belanda.

Pada awalnya Sukarno dianggap anak manis dalam Pergerakan Nasional di Indonesia, tapi dengan gagasannya soal Perang Asia Pasifik maka Sukarno dianggap memancing keributan yang lebih berbahaya lagi yaitu “Masuknya kekuatan Internasional dalam menggugat jajahan Belanda” dalam hal ini Jepang. Pada tanggal 28 Desember 1929, Sukarno diundang oleh Raden Mas Sujudi dari Yogyakarta untuk berbicara di depan rapat politik kaum kebangsaan di Solo. Sukarno datang dan berpidato di Solo dengan penuh semangat dan gayanya yang dramatik : Imperialis, perhatikanlah! Dalam waktu tidak lama lagi, Perang Pasifik menggeledek menyambar-nyambar membelah angkasa, ”Apabila, Samudera Pasifik merah oleh darah, dan bumi di sekelilingnya menggelegar oleh ledakan bom dan dinamit. Di saat itulah rakyat Indonesia menjadi bangsa yang merdeka”. Disini Sukarno terus menerus menulis tentang kemerdekaan yang akan terjadi, artinya Sukarno memberikan visi agar rakyat Indonesia bersiap. Dan tulisan Sukarno memang dibaca hampir seluruh rakyat Indonesia yang terdidik lewat koran-koran, -hal yang menunjukkan betapa tulisan Sukarno bisa menjadikan alam bawah sadarnya adalah ucapan Jenderal Nasution ketika ditawari oleh agen asing untuk memberontak melawan Sukarno tapi Nasution menolak dan menjawab dengan tegas “Sejak saya kecil, sejak saya tak tau apa artinya Nasionalisme, Sukarno-lah yang mengajari saya lewat tulisan-tulisannya di koran-koran tentang Nasionalisme, dialah yang menyadari saya tentang sebuah KeIndonesiaan di masa saya muda” begitu juga dengan catatan Deliar Noer semasa ia kecil, semasa ia kanak-kanak di usia 8 tahun Deliar Noer mencatatkan di bukunya sebagai tulisan anak kecil ia menulis : “Kelak aku akan jadi Sukarno, akan jadi Hatta” ini berarti tulisan Sukarno memang sudah tersebar amat luas di seluruh wilayah Hindia Belanda dan mempengaruhi banyak orang. Tulisan ini kemudian menjadi tanggung jawab bagi Sukarno mengarahkan ke arah mana rakyat harus bertindak.

Sukarno sudah melihat Perang Asia Pasifik sebagai alat paling penting dalam proses kemerdekaan Indonesia. Disini Sukarno sudah melakukan sebuah Pemetaan yang jelas dan tahapan-tahapan pasti kepada rakyat Indonesia. Gara-gara pidato di atas Sukarno kemudian ditangkap oleh Polisi Belanda, Rumah Sujudi digerebek dan seluruh rombongan Sukarno digelandang ke halaman lalu disuruh ganti pakaian di halaman dan kemudian diangkut truk ke Stasiun Tugu Yogyakarta, dimasukkan ke Gerbong Khusus tanpa jendela dibawa ke Bandung untuk diadili. Di depan Landraad (Pengadilan) Sukarno berkata terus menerus tentang sumber daya alam yang dikeruk Belanda. Disana Sukarno digetok hukuman 4 tahun penjara hanya karena membela nasib bangsanya.

Apa yang dilakukan Sukarno demi bangsanya sangat berbeda sekali dengan apa yang dilakukan pemerintahan SBY sekarang. Apakah anda masih ingat sewaktu SBY masih jadi Menkopolkam di tahun 2003 dan bertemu dengan seorang penggede Amerika Serikat, SBY mengatakan tanpa tau malu : “I love the United States, with all its faults. I consider it my second country.” (Saya mencintai Amerika Serikat, dengan segala kesalahan-kesalahannya, Saya akui Amerika Serikat ini adalah Negara Kedua bagi Saya). Ucapan model apa ini!! ....bagaimanapun ucapan ini dilakukan oleh seorang Pemimpin bukan seorang warga biasa dalam situasi emosional. Seorang Pemimpin bangsa hanya harus memiliki satu loyalitas, ya kepada bangsanya sendiri. Lalu apa yang terjadi pada ACFTA 2010. ACFTA adalah perjanjian perdagangan Bebas antara ASEAN-CINA, disini Indonesia masuk ke dalam wilayah perjanjian 2010. Tapi Indonesia sama sekali tidak mempersiapkan infrastruktur untuk menghadapi Perdagangan Bebas dengan Cina, coba anda perhatikan ada apa dibalik gagapnya SBY terhadap persoalan ACFTA ini, SBY sama sekali tidak melakukan gebrakan kepada rakyatnya “Ayo bangun infrastruktur, ayo kita mulai siap bertanding” tapi ia malah asik dengan dirinya sendiri, dana anggaran digarong dimana-mana sehingga rakyat tidak kuat bertanding dalam iklim Perdagangan Bebas.

Sebenarnya hal ini adalah permainan, dengan tidak siapnya Indonesia berdagang dengan Cina, maka rakyat akan marah-marah dengan Cina, lalu kenapa? Itulah yang ditakuti Amerika Serikat. Cina akan menjadi kekuatan paling penting di Asia Tenggara, Ekonomi Cina secara bertahap akan membangkrutkan dominasi Ekonomi Amerika Serikat yang sudah direbutnya dengan membunuhi 3 juta nyawa orang Indonesia lewat rekayasa Gestapu 65, Menggulingkan Sukarno, Membangun Pemerintahan buas Militer Orde Baru dan memenjarakan ribuan orang untuk kesalahan yang tak dimengertinya. Inilah landasan ekonomi Amerika Serikat dibangun di Indonesia. Sementara Cina membangun ekonominya sendiri masuk ke Pasar tanpa membunuhi satu-pun orang Indonesia, tapi Amerika marah karena pasarnya direbut, lalu datanglah Obama ke KTT Asean di Bali. Lewat perantaraan SBY pula Amerika Serikat melakukan kontrak dagang dengan ASEAN. Amerika Serikat menempatkan Pangkalan Militernya di Darwin untuk menggertak Cina. Disini rakyat Indonesia tetap harus jadi milik Amerika Serikat. Apa yang dilakukan SBY bisa diindikasikan begitu Pro-nya SBY kepada Amerika Serikat sehingga ia seakan-akan menghambat jalur pertarungan antara ekonomi rakyat Indonesia untuk bersiap menghadapi Cina.

Rusaknya kerangka pemikiran SBY adalah selama 7 tahun pemerintahannya ia tidak menjalankan gebrakan ekonomi yang mengarahkan pada perubahan politik dagang Internasional. Tak ada satupun analisa-analisa yang keluar tentang ekonomi dagang Internasional dimana Indonesia harus menempatkan dirinya, tak ada satupun kebijakan yang menyeluruh untuk membangkitkan Indonesia dalam pertarungan dagang ke depan. Obsesinya sama sekali hampa, dan ia sibuk dengan dirinya sendiri.

Sesungguhnya Indonesia sedang menghadapi bahaya masa depan, yaitu : Bahaya Imperialisme Dagang dan Modal. Jaringan-jaringan perdagangan kita akan ditutup oleh kekuatan modal Internasional, ini akan berdampak pada bangkrutnya ekonomi rakyat, gerakan muda harus memperhatikan dengan amat serius ekonomi perdagangan Internasional agar jangan nanti kita hanya jadi perluasan Pasar Cina atau tetap menjadi budak Amerika Serikat.

Bila ekonomi rakyat bangkrut, maka tak ada lagi yang ada dalam diri kita kecuali badan. Dan bila badan menjadi satu-satunya hak milik yang diperdagangkan maka selamanyalah kita tetap akan jadi kuli, jadi bangsa kuli dan kuli diantara bangsa-bangsa. Kita harus membangun kembali kerangka ekonomi dan strategi menyeluruh sekaligus merumuskan keadaan-keadaan seperti yang dilakukan Sukarno dalam membentuk peta ke arah Indonesia merdeka. Inilah yang harus kita lakukan untuk menerobos dan membongkar kembali apa yang sesungguhnya terjadi dalam keIndonesiaan kita.

Anton, akhir November 2011.

0 comments:

Post a Comment