-->
Irian Barat : Antara Bingungnya Kennedy dan Keras Kepalanya Sukarno
Setelah selesai perjanjian KMB 1949 yang ditandatangani dengan cara terburu-buru oleh Hatta dan manut sama rayuan Washington untuk memperpendek perang, ada ganjalan kecil yang masih bikin Sukarno pusing. Perjanjian pengalihan wilayah Hindia Belanda adalah keseluruhan ,tidak boleh sepotong-potong sementara dalam satu pasal perjanjian KMB yang tebelnya segede bantal itu tentang wilayah Irian Barat. Disana tercatat Belanda masih bisa menguasai wilayah Irian Barat, sebuah wilayah paling timur dari negeri yang dulunya bernama Hindia Belanda. – Itung-itungan geopolitik Sukarno : kalau Irian Barat nggak dikuasai, maka Irian Barat akan jadi pangkalan militer terpenting NATO di Asia Pasifik, atau setidak-tidaknya Amerika Serikat dan Belanda bisa bersekutu untuk membangun pangkalan militer bersama”. Untuk itu sejak 1950 Sukarno menjadikan Irian Barat sebagai masalah terpenting untuk diselesaikan.
Setelah kegagalan ekspedisi militer Belanda 1947 dan 1948, Belanda mengambil pelajaran terpenting “jangan terlalu percaya pada Amerika Serikat sekutunya sendiri”. Kegagalan menguasai Indonesia adalah langkah mundur sejarah bagi Belanda untuk itu harus dibangun benteng baru, “Sebuah Pelabuhan Banten baru seperti jaman Cornelis de Houtman tapi letaknya di timur”. Sesungguhnya Irian Barat adalah markas mereka sebelum mereka kembali akan berhadapan dengan Indonesia di sebelah barat. Di kalangan konservatif, menguasai Hindia Belanda adalah tugas sejarah dan merupakan tanggung jawab generasi muda untuk menghidupkan kembali kejayaan Hindia Belanda seperti di jaman kuno.
Semangat seperti itulah yang membuat Irian Barat adalah pertaruhan terakhir bagi Belanda, setelah mereka menyadari kegagalan Van Mook dalam menguasai Indonesia, di Belanda muncul satu rezim pemerintahan baru di mana Joseph Luns orang yang jauh konservatif ketimbang Van Mook muncul ke permukaan dan menjadi pemain politik paling penting dalam melobi jaringan politik di Amerika Serikat untuk kepentingan Belanda di Irian Barat.
Sementara sepeninggal Harry S Truman, politik luar negeri Amerika Serikat dilanda kekacauan. Truman mengambil politik setengah-setengah, sikapnya yang selalu ragu terhadap Cina Komunis bikin Truman kehilangan kekuatan politik luar negerinya, gara-gara politik pengecut saat berhadapan dengan Mao, Presiden Truman kehilangan Jenderal Douglas MacArthur orang yang paling paham geopolitik Asia Pasifik dan juga pahlawan Amerika dalam perang pasifik. –MacArthur ini akan divisi-kan oleh para senator Amerika Serikat untuk jadi Presiden Amerika Serikat berikutnya, karena bagi Amerika masalah Asia Pasifik sangat penting mereka takut Komunis akan masuk ke Asia Pasifik dengan cara menunggangi negara-negara nasional. Bagi Truman menjaga kesatuan Cina itu akan lebih mudah ketimbang Cina yang terpecah, padahal banyak analis politiknya saat itu menekan “biarlah Cina terpecah dan kelompok Komunis hanya menguasai wilayah utara, suatu saat wilayah utara bisa ditaklukan” Tapi pertimbangan Truman lain, bila Cina terpecah maka kondisi keamanan di wilayah Asia akan sangat terganggu.
Karena politik terlalu hati-hati inilah akhirnya Tentara Merah pimpinan Mao berhasil menguasai seluruh daratan Cina, dan menjadi penerus kekaisaran Cina lama, sementara para kaum Nasionalis disingkirkan ke Taiwan. Di kalangan deplu AS kegagalan ini sangat mencoreng mereka, dan dijadi’in pelajaran penting untuk langkah-langkah selanjutnya di Asia Tenggara, -satu satunya wilayah penting Asia yang masih tersisa dan belum jatuh ke tangan kuasa Komunis-.
Sedianya pengganti Truman itu mustinya Jenderal MacArthur, tapi setelah Truman memarahi MacArthur soal perang Korea dimana MacArthur mau maen perang dengan Cina, MacArthur ngambek dan bicara di depan kongres AS “Old Soldier never die, he just fade away, seorang serdadu tua tak akan pernah mati, dia hanya berlalu”- ucapan yang banyak bikin nangis anggota senat dan selama 10 menit mendapatkan standing ovation dari senat. MacArthur lalu turun dari podium dan menolak untuk dicalonkan jadi Presiden AS.
Mundurnya MacArthur semakin memperjelas posisi Dwight Eisenhower alias Ike yang dikatakan sebanding kepahlawanannya pada Perang Dunia II. Ike ini adalah Jenderal Salon, dia hanya perwira tinggi militer yang nggak pernah pegang pasukan sebelum kejadian Perang Dunia II. Namun rangkaian kejadian di Eropa saja yang bikin karir Ike naik. Ike adalah seorang komunikator yang tangguh, ia berpikiran dangkal, tidak memiliki visi, dunianya hanya film koboy, ia mencerminkan pragmatisme Amerika dalam warna sesungguhnya. Saat itu ada pertarungan ambisi di antara Jenderal-Jenderal Amerika Serikat dan Inggris untuk tampil dalam panggung sejarah di Eropa, sebuah medan tempur yang amat teatrikal. Disana ada Jenderal Inggris bernama Montgomery jagoan perang Al Amien, Mesir dan sangat paham perang di Afrika Utara, hanya Monty yang berhasil menghajar pasukan serigala gurun Rommel, di sisi lain ada Jenderal serampangan bergaya Amerika seperti Jenderal Patton yang jago maen tank di medan-medan berat, ada juga Jenderal Buttler dan banyak Jenderal, bahkan Perancis yang sudah dipecundangi Jerman-pun masih belagak ingin jadi pemimpin perang Eropa, De Gaulle ampe berkali-kali tidak mau hadir dalam rapat sekutu apabila bukan dirinya yang ditunjuk dalam memimpin pendaratan pasukan sekutu di Perancis. Roosevelt akhirnya minta nasihat Churchill, saat itu Churchill sedang duduk-duduk sore dan mendapatkan telpon dari sohibnya FDR. Lalu FDR curhat soal penentuan Jenderal ini, dengan tertawa Churchill berkata : “Tuan FDR....kau tau Monty, dia orang amat kaku....hanya bisa dikalahkan oleh orang yang justru lebih lemah daripadanya, dia nggak mau dikalahin. Kita tidak mencari ‘Rommel’ disini tapi kita disini mencari seorang dirijen pengatur perang, carilah Jenderal yang jago administrasi bukan jagoan tempur” kata Churchill yang awalnya memang kepengen Jenderal Inggris pimpin perang, tapi ia akhirnya ngerasa nggak enak dengan Amerika yang kirim pasukan paling banyak dalam konfigurasi pasukan sekutu. – Akhirnya dipilihlah Ike, yang dinilai FDR adalah jenderal Salon tapi bisa dimanfaatkan untuk merobohkan ego para Jenderal-Jenderal perang-.
Jenderal Salon itupun jadi Presiden AS, sifat Ike yang paling ketara adalah ia tidak mau berpikir dalam-dalam, apabila ia sudah percaya sama staf atau Jenderalnya ia tidak mau ambil keputusan, semuanya diserahkan para bawahannya. Di masa perang Eropa 1941, ia jadi komandan tertinggi sekutu, kerjanya hanya mendengarkan omongan para Jenderal-jenderal lalu mencatat dan memberikannya pada asistennya untuk dibuat notulen, lalu setelah itu staf lingkaran intinya disuruh ngumpul dan baca notulen laporan Jenderal-Jenderal, staf intinya ini yang disuruh mikir, setelah dapet keputusan ia sendiri yang akan berdiri depan teater brifing untuk memutuskan hasil keputusannya. Jadi ia bukan mengendalikan situasi atas otaknya. Inilah yang terjadi ketika Ike memimpin AS, dia melakukan politik luar negeri bukan atas kendali pemikirannya tapi atas kendali pikiran anak-anak buahnya. Terutama munculnya Dulles bersaudara yang akan banyak berpengaruh terhadap masa depan Indonesia.
Tahun 1951 di Amerika Serikat, ada senator yang naek daon namanya Joseph MacCarthy, ini orang kerjanya tiap hari membangkitkan ketakutan-ketakutan atas bahaya komunisme. Tindakan MacCarthy – yang mungkin sekarang agak-agak mirip Geerd Wilders ini – ternyata dapet dukungan banyak dari rakyat AS. Ketakutan MacCarthy ini meluas sampe pada ketakutan-ketakutan yang aneh, pemerintahan Roosevelt-Truman dianggap bertanggung jawab soal kejatuhan Cina ke tangan Mao, dan mengatakan bahwa “Sebentar lagi akan berduyun-duyun orang Kominis akan datang ke kota-kota kita, karena bagaimanapun Cina adalah pintu terdepan AS” orang AS sejak lama menganggap Cina adalah sekutunya yang paling setia, tapi setelah Mao, Cina rupanya gagal disetir. “Politik Ketakutan” pada bahaya laten komunis inilah yang bikin agenda politik luar negeri dibawah Ike Eisenhower menginginkan Indonesia terpecah.
Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia yang pertama adalah Hugh S Cumming. Ia dipilih atas rekomendasi Direktur CIA Allen Dulles yang ia berikan memo referensinya ke kakaknya sendiri Menlu AS, John Foster Dulles. Lalu John membawa memo itu ke Ike. Tak lama kemudian Hugh S Cumming dipanggil ke Washington. Saat makan siang di gedung putih, di Red Room (Ruang Merah Cina), Hugh dipesankan oleh Allen Dulles “Hugh kamu harus hati-hati jangan terpengaruh keadaan di Indonesia, tolong jangan ikatkan dirimu ke dalam suatu kebijakan untuk menjaga kesatuan Indonesia”. Hugh mengangguk dan berkata “Ia setuju Indonesia terpecah-pecah dan tidak dibawah komunis, lalu kita bisa menyatukannya lagi”
Pandangan Dulles yang punya visi untuk mecahin Indonesia ini akhirnya juga didengar oleh Sukarno. Tapi Sukarno mendengarnya agak terlambat, sampai pada tahun 1957 Sukarno masih amat percaya dengan Amerika Serikat. Di tahun 1952 kondisi di tubuh militer memanas, Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang dipercaya menjadi Menteri Pertahanan berkonsultasi dengan Hatta, saat itu tentara di Indonesia jumlahnya 200.000 sementara Sultan pengen tentara kita ramping tapi kuat dan profesional, menurut perkiraan Sultan jumlah tentara 100.00 itu cukup efektif. Ide ini didukung oleh Nasution dan TB Simatupang. Perwira-perwira di luar daerah banyak yang marah dengan ide ini karena kalo ide ini dijalankan mereka bakalan kehilangan banyak pasukan, sementara mereka paham bahwa anak buahnya juga dulu berjasa berperang lawan Belanda.
Sukarno yang dapat laporan ide Sultan ini menolak rencana Sultan, sebab ia tak ingin ada kejadian ‘Madiun kedua’. Di beranda Istananya Sukarno bicara dengan Ali Sastroamidjojo dan beberapa pemimpin politik “Aku tak ingin melihat lagi, Amir-Amir lain yang dibawa dari benteng Vredenburg dan ditembak mati di satu wilayah sepi, aku tak ingin bangsa ini terpecah lagi” . Pikiran Sukarno ini kemudian didukung PNI , PKI dan beberapa partai sekuler garis keras. Sementara ide Rasionalisasi didukung oleh Menteri Pertahanan, Komandan Militer Pusat dan Partai-Partai yang bersahabat dengan Angkatan Darat. Akhirnya muncul ide dari kelompok perwira Angkatan Darat yaitu : Membubarkan Parlemen dan memaksa diadakannya Pemilihan Umum. Nasution sendiri datang ke Istana dan meminta Presiden Sukarno membubarkan parlemen, jawab Sukarno “Apa aku sudah gila kau suruh aku bubarkan Parlemen, jangan paksa aku jadi Diktator, Nas...jangan paksa aku” lalu Sukarno mendengar ribut-ribut diluar, ia melihat banyak massa dateng, tak lama kemudian massa dateng. Sukarno melihat barisan tank yang ternyata dipimpin komandan artileri Siliwangi Mayor Kemal Idris yang mengarahkan meriam-nya ke Istana. Sukarno marah besar dengan pengarahan meriam itu, demo dan tuntutan itu gagal total karena opininya sudah bergeser ke arah “Pengarahan Meriam Tank tepat ke Muka Sukarno”.
Akhirnya Sukarno memecat Nasution, TB Simatupang ngamuk-ngamuk dan membanting pintu kerja Sukarno, tak lama Sim juga pensiun. Pemecatan Nasution ini sesungguhnya berdampak amat fatal bagi Indonesia, karena ketika Nas berpakaian sipil ia mendirikan Partai bernama IPKI (Ikatan Pejuang Kemerdekaan Indonesia), IPKI inilah yang kemudian menjalin jaringan dengan Partai-Partai Politik sipil, sejak kejadian 1952 Militer Indonesia tidak steril lagi dari pengaruh sipil dan ini amat berbahaya bagi masa depan Indonesia. Di kemudian hari Hatta kerap marah bila ia dituduh turut mencampurkan militer ke dalam pengaruh sipil, Hatta selalu berkata “Silahkan tanya ke Nasution soal itu”.
Menjelang hajatan besar KTT Non Blok di Bandung 1955, Sukarno sudah mulai membaca arah sejarah. Ia mendapatkan banyak laporan tentang kemana sesungguhnya Amerika Serikat ini berdiri – yaitu : memecah Indonesia jadi potongan-potongan kecil agar bisa membendung komunisme- tapi kecurigaan itu disimpan Sukarno sampai ia melihat buktinya sendiri. . Di tahun 1954, Sukarno menunggu perkembangan Internasional, ia melihat sebuah langkah prospektif yang dilakukan Ali ketika Ali berhasil dalam konferensi Kolombo, Konferensi ini akan mengikatkan suatu gabungan negara-negara Internasional untuk meredusir taktik intervensi Amerika Serikat dan Sovjet Uni ke negara-negara baru. Akhirnya di tahun 1955 KTT Nonblok diselenggarakan, pidato Gandhi menjadi acuan : “Merupakan suatu kehinaan bagi bangsa Asia dan Afrika apabila mereka menjadi pengikut suatu blok kekuasaan di dunia”. Martabat bangsa-bangsa Asia saat itu bisa jadi hitungan politik yang lugas untuk menghadapi Amerika Serikat, inilah yang ada dalam pikiran Sukarno.
Tapi keadaan terus berkembang. Ike Eisenhower terus menekan untuk segera membereskan Indonesia dari incaran Sovjet Uni, Tahun 1956 Menlu John Foster Dulles akhirnya memutuskan ke Djakarta. Disana ia dijamu Sukarno dan ngobrol berdua di ruang kerja Sukarno yang juga penuh dengan buku-buku “Tuan banyak membaca juga?” kata Dulles
“Ya, sama banyaknya saya nonton film Amerika” kata Sukarno tertawa
“Tuan Sukarno, apakah anda lupa Amerika Serikat adalah negara yang mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia, kami terpaksa juga harus agak mengkhianati sekutu penting kami di Eropa yaitu : Belanda”......
Lalu Sukarno mengambil wine-nya dan memutar-mutarkan gelas wine. Sukarno tidak meminum wine itu, karena ia langsung menaruh “ Anda merokok?” kata Sukarno kepada John F Dulles. “Tidak, terima kasih”
Setelah menghisap rokoknya tiga kali Sukarno berkata pada Dulles dengan pandangan menerawang “ Tuan Dulles, masalah bangsa-bangsa Asia bukanlah masalah pro atau anti kominis, tapi masalah nasionalisme, seluruh panggung Asia saat ini terbakar api nasionalisme. Oke, Tuan Dulles saya berterima kasih pada anda soal anda bilang bantuan Amerika Serikat saat kami perang dengan Belanda tahun 1945-1949, tapi saya masih ingat Tuan...masih ingat sekali ...posisi waktu itu ‘posisi Amerika sama sekali tidak jelas’ dukung Belanda atau Indonesia?....dan posisi yang ambigu itu masih diperlihatkan sekarang, sementara bagi Komunis mereka jelas mendukung kemerdekaan negara-negara baru di Asia”
John Foster meradang mendengar jawaban Sukarno yang dianggap tidak tau terima kasih ini, tapi sebagai diplomat ia harus bersikap santun. “Tuan datanglah ke Amerika Serikat, rakyat kami ingin mengenal anda”
Sukarno bergembira ketika ia diundang resmi ke Amerika Serikat. Ia langsung teringat masa kecilnya yang seneng mengumpulkan gambar-gambar bintang film hollywood dari korek api. Dan sembari tertawa memamerkan gingsulnya Sukarno berkata pada John Foster Dulles “Saya mengagumi negeri Tuan, kebudayaan Tuan, gedung-gedung yang tinggi itu, dan dulu ketika saya masih kecil saya selalu berkhayal tentang Amerika, saya kenal baik dengan Jefferson, Lincoln dan Washington, saya catat mereka sebagai teman di dalam membaca buku”
Sebenarnya ucapan Sukarno ini apabila ditilik merupakan jawaban bahwa “Amerika Serikat janganlah bersikap sombong!..perhatikan Sukarno”. Tapi Ike Eisenhower memang bukan pemimpin yang cerdik membacai arah politik.
Akhirnya 16 Mei 1956 Sukarno datang ke Amerika Serikat, seluruh negeri itu dipenuhi berita-berita tentang siapa Sukarno. Rakyat mendengarkan radio dan membaca koran. Hari kedatangan Sukarno ditanggapi meriah oleh rakyat Amerika, di Washington berbondong-bondong orang Amerika ingin tau Sukarno dan menyambutnya di pinggir-pinggir jalan mereka mengibar-ngibarkan bendera. Di New York, Sukarno disuruh naik ke podium di sebuah Gedung depan jalan yang dulu sempat dijadikan pesta kemenangan besar Amerika Serikat pada Perang Dunia II, rakyat New York menyambut Sukarno dengan parade Pita. Rakyat New York berbaris-baris mengelu-elukan Sukarno, yang tertawa-tawa melihat sambutan rakyat negeri Paman Sam itu. Dimana-mana Sukarno dianugerahi doktor honoris causa dari Universitas-Universitas ternama di Amerika Serikat. Namun sambutan paling mengesankan bagi Sukarno justru ketika ia diberikan kesempatan bicara di depan Kongres.
Ide bicara di depan kongres sebenarnya dari beberapa asosiasi jurnalis Amerika Serikat yang kagum dengan cara pidato Sukarno, dulu wartawan-wartawan senior perang sekutu terpesona dengan gaya Sukarno bahkan Richard Straub wartawan BBC saat mendengarkan pidato Sukarno berkata “Abraham Lincoln masih hidup di dunia..!” pesona pidato Sukarno inilah yang kemudian dijadikan kasak kusuk para anggota senat, mereka ingin tau apa yang ada dalam pikiran Sukarno. Dan bagi Sukarno ini sama saja memberikan makanan lezat, karena bila pidato ia laksana dewa yang mampu membuat diam seluruh angkasa raya.
Sukarno naik podium dan membuka pidatonya dengan bahasa sejarah yang mencengangkan “Saudara-saudara, tembakan yang pertama diperdengarkan di Lexington pada tanggal 19 April 1775 terdengar sampai ke seluruh penjuru dunia. Bunyinya masih bergaung di hati semua bangsa yang baru saja memenangkan kemerdekaan mereka, bunyinya itu menggetarkan kesadaran bangsa-bangsa di Asia dan Afrika....di pelosok-pelosok bumi, orang-orang yang merasa terjajah membacakan sejarah tembakan Lexington sebagai penggugah untuk bangun dari tidur mereka, tidur yang ditindih oleh kesakitan-kesakitan, Dan apa yang terjadi di Amerika adalah pelajaran penting untuk membebaskan dirinya, Ya...Ya....inilah Asia dan Afrika bangkit kembali”............
Selesai pidato selama 45 menit, seluruh anggota senat berdiri, wartawan-wartawan berteriak “Bravo...Bravo...Mr. Sukarno” saat itu seseorang memperhatikan Sukarno dengan cermat ia adalah John F Kennedy. Pesona Sukarno telah membangkitkan kesadaran bagi Senator muda ini......
Beda dengan Sukarno yang cerdas dan mampu memikat massa, Ike Eisenhower lebih memilih sebagai orang tua yang nggak pedulian. Ia mengundang Sukarno untuk nonton film Amerika. Sukarno bertanya pada Ike “Tuan nonton film-film apa selain koboy, saya suka film sejarah seperti Ben Hur” kata Sukarno.
“Tidak saya tak suka film selain film koboy, dar der dor...seru” kata Ike dengan senyum kocaknya.
Sukarno mengernyitkan dahi, lalu ia berkata “Tuan saat ini bangsa-bangsa Asia bergolak, kami tak ingin negara-negara Asia dijajah terus oleh negara-negara Eropa” disisi ini Ike tampak nggak mau mendengarnya. Ia terus memperhatikan film. Sukarno amat tidak suka dengan kelakuan Ike.
Sepulang dari Amerika Serikat perkembangan politik di Indonesia memanas, beberapa kelompok yang anti KMB seperti Partai Murba mulai melakukan move politik, mereka mendesak pembatalan KMB. Sementara pihak Parlemen menyambut usulan Murba dan akhirnya diutus delegasi ke Belanda untuk melakukan negosiasi ulang KMB soal Irian Barat, Belanda malah marah-marah dengan usulan negosiasi ini. Inilah yang kemudian menjadikan isu politik penting untuk segera merobek-robek perjanjian KMB 1949.
Akhirnya KMB 1949 dibatalkan, Hatta mundur karena ia yang menandatangani KMB 1949 dan kemudian muncullah semangat baru untuk membentuk satu sistem politik yang kuat. Setelah pulang dari AS semakin jelas bagi Sukarno bahwa agenda terpenting Amerika dibawah Ike Eisenhower adalah memecah-mecah Indonesia, dan menyatukannya kembali apabila perlu asal tidak kemasukan Komunis. Demokrasi Liberal amat rentan dengan kepentingan ini, sehingga keutuhan wilayah menjadi pertaruhannya”.
Sukarno harus bertindak cepat menyelamatkan Indonesia dari perpecahan, setelah mundurnya Hatta. Sukarno mendapatkan banyak laporan tentang korupsinya para politikus-politikus baik di Parlemen maupun Partai. Suatu saat ia memanggil beberapa menterinya sambil menendang kaki meja dan terdenger keras Sukarno menyatakan kegeramannya terhadap para koruptor yang tak paham arah bangsa Indonesia dan hanya mengganggu saja kerjanya. Di tanggal 30 Oktober depan Konferensi Perhimpunan Guru, Sukarno berpidato : “Aku, Sukarno....nggak ingin jadi seorang diktator Saudara Saudari....itu berlawanan dengan semangat saya, dengan jiwa saya...!!Saya adalah seorang demokrat. Saya benar-benar seorang Demokrat...!! tetapi demokrasi saya bukanlah demokrasi liberal, Yang ingin saya lihat ini demokrasi terpimpin, demokrasi yang mengarahkan, tapi ya tetap demokrasi”..........
Akhirnya Sukarno mengakhiri pemerintahan parlementer yang gonta ganti terus, ia memanggil Djuanda untuk bikin kabinet kerja (zaken kabinet). Disitu ia juga menarik Semaun yang dimintanya langsung untuk datang ke Indonesia, Semaun disuruh Sukarno menjadi penasihat bagi Djuanda, begitu juga dengan Chaerul Saleh. Hampir tiap sore Semaun datang dengan sarungan ke tempat Djuanda dan bicara serius soal pembangunan dari Semaun inilah kemudian Sukarno mendapatkan kontak-kontak penting di Moskow, Sukarno perlu modal Moskow untuk mulai gertak Amerika Serikat. Lalu di suatu hari Sukarno memanggil juga Subandrio untuk bantu soal-soal luar negeri terutama yang terpenting adalah soal Irian Barat.
Statemen demokrasi terpimpin Sukarno pada Oktober 1956 inilah yang kemudian dijadikan basis penting untuk melancarkan pemberontakan bagi para politisi-politisi yang kecewa dengan Sukarno. – Sementara Ike yang masih kebelet menguasai Indonesia disarankan agar tidak main kasar, jangan keliatan Amerika Serikat intervensi langsung ke Indonesia, mereka harus menggunakan orang dalam agar ‘Sukarno bertempur dengan Jenderal-Jenderalnya sendiri’.
Sukarno berhadapan pada situasi pelik, ia akhirnya memanggil Nasution untuk kembali pegang militer. Nasution punya anak buah yang amat berani dan bisa diandalkan, dialah Ahmad Yani yang langsung oleh Nasution dikirim ke luar Jawa untuk menggebuk pemberontakan daerah. Banyak bukti Amerika Serikat bermain atas pemberontakan daerah PRRI dan Permesta di tahun 1957-1958. Termasuk tertembaknya pilot pesawat Allen Pope.
Dubes Hugh Cumming diganti oleh Allison. Pesan Ike Eisenhower tetap sama saja, ‘Jangan dekati Sukarno” tapi Allison ini orang yang punya hati, masa akhir jabatannya di Indonesia ia menulis dalam memoarnya “Sukarno adalah orang dari Asia yang paling mengesankan yang pernah saya temui dalam hidup saya”. Allison heran dengan laporan-laporan bahwa orang Indonesia brutal-brutal, ia menemui fakta bahwa Isterinya senang di Indonesia dengan orang-orangnya yang ramah. Allison tidak memuaskan Ike Eisenhower.
Tahun 1960 Nixon, Wakil Ike Eisenhower kalah tarung Pemilu di Amerika Serikat dan sejarah mencatat nama John F Kennedy menjadi Presiden AS. Kennedy ini beda dengan Ike yang hanya mengandalkan otak anak buahnya, JFK lebih kepada mengandalkan otaknya sendiri, tapi memang JFK terlihat belum berpengalaman dalam politik luar negeri, ia juga masih terlalu bersemangat soal mimpi ‘Perdamaian dunia’. Sebelumnya JFK pernah datang ke Indonesia tahun 1957, ia belajar soal Indonesia. Sama seperti Kahin yang mengambil kesimpulan bahwa Indonesia bukanlah negara komunis, Indonesia diisi oleh para intelektual berbakat besar. Bersahabat dengan Indonesia adalah rekomendasinya yang utama. Kennedy memilih besahabat dengan Sukarno ketimbang tetangganya sendiri, Castro.
Di awal pemerintahannya JFK mendapatkan malu luar biasa karena ia gagal ekspansi militer ke Kuba. Gara-gara info penting berhasil disadap wartawan, penyerangan Kuba gagal total. Para pendarat jadi makanan empuk tembakan pasukan Castro. Begitu juga dengan peristiwa adu tank di Berlin yang hampir saja meletuskan perang dunia ketiga. Dengan Irian Barat, Kennedy harus hati-hati karena bila Sovjet Uni menurunkan pasukannya di Asia Tenggara maka perang di kawasan ini akan pecah. Setelah mempelajari situasi Kennedy lebih suka Irian Barat jatuh ke tangan Indonesia ketimbang ke tangan Belanda kemudian dijadikan alasan pihak Komunis untuk membebaskan Irian Barat.
Sikap JFK ini kemudian dibaca oleh banyak pihak yang berkepentingan. Pertama kali bulan februari 1961, Perdana Menteri Robert G Menzies Australia datang ke Washington untuk meyakinkan Kennedy jika Belanda dibiarkan pergi dari wilayah Nusantara, maka keseimbangan politik bagi Australia akan berbahaya. “Indonesia akan jatuh ke tangan kominis” kata Menzies, namun JFK menanggapinya dengan dingin. Dalam hal ini JFK masih memilih netral dalam soal Irian Barat. Ia pengen tau arahnya kemana? Tentu saja Belanda marah-marah, di depan parlemen Belanda di Den Haag Menlu Luns diteriaki anggota Parlemen “Apa-apaan ini sekutu kita sendiri malah asyik bermain dengan Sukarno”
Desakan parlemen Belanda itulah yang kemudian memaksa Menlu Luns dengan diantara dubes belanda untuk Amerika Serikat Van Roijen datang menemui Presiden Kennedy. Mereka marah pada JFK ini soal sikap diamnya tidak membela sekutu Belanda dalam menghadapi Indonesia. Bahkan ditengah kemarahan ini, Menlu Luns menunjuk-nunjuk ke hidung Kennedy. JFK diam saja namun ia dongkol juga, setelah Roijen menekan ingin tau sikap Amerika Serikat, dengan tidak sopan JFK berdiri dan langsung ke belakang, dia diteriaki Luns “Mau kemana” JFK menjawab seenaknya “Saya mau maen baseball”.
Sukarno mendapat kabar posisi Kennedy merasa gembira, ia memerlukan datang ke Washington juga membujuk agar Kennedy memihak kepada Sukarno. Saat kunjungan itu Sukarno diperlakukan amat hormat oleh Kennedy, ia dibawa ke ruang kamar pribadi JFK, lalu JFK menunjukkan koleksi foto-fotonya. Pertemuan itu dilukiskan sebagai pertemuan dua sahabat lama. Sukarno terkesan dengan anak muda tampan ini yang mengingatkannya sewaktu ia masih muda dulu.
Di tengah obrolan antar teman itu JFK nanya “Apa sih yang bikin Tuan Sukarno ingin dari Irian Barat, ras melanesia beda dengan ras melayu”
Sukarno menjawab sambil memainkan tongkatnya “You tau, wilayah itu adalah bagian dari negara kami, Irian Barat harus segera dilepaskan”. Lalu Kennedy membalas “Tetapi orang Papua adalah ras yang berbeda”.....
Sukarno menjawab lagi “Tuan Kennedy, jangan lupa di Amerika Serikat itu lebih rupa-rupa lagi ras-nya. Kelak bisa saja Amerika punya Presiden Kulit Hitam atau Menteri Pertahanan ras Arab. Sebuah negara tidak ditentukan oleh ras, sebuah nation tidak dibangun dari prasangka-prasangka rasial, tapi sebuah negara dibangun dari keinginan bersama untuk membebaskan dirinya untuk masa depan lebih baik”.......
Akhirnya Kennedy mengerti jalan politik Indonesia, tapi ia punya posisi terkunci. Sukarno akhirnya bermain-main taruhan modal untuk menggebuk Belanda sendirian, sebenarnya Bandrio sudah memberi usul “Baiknya total diplomasi saja, Amerika tidak mau perang disini” tapi kata Bung Karno “Saya tau watak orang Belanda, kalau tidak diserang militer, mereka itu bisa memainkan fakta, orang Belanda takut dengan perang beneran”....
Kemudian Sukarno memanggil Adam Malik untuk membantu permodalan militer Indonesia. Adam Malik meminta Nasution memaintain pinjaman militer besar-besaran dari Moskow, sekejap Indonesia mendapatkan duit Moskow. Lalu Indonesia membangun pertahanan militer terbesar di Asia. Kapal-kapalnya siap bertempur dan membuat Belanda gemetar.
Ada satu hal yang terlupa disini, adalah Sukarno terlalu ceroboh meminjam hampir 1 milyar dollar sementara devisa Indonesia belum cukup, kondisi ini kelak akan memicu inflasi. Ini sudah diperhitungkan bagi intel-intel CIA. Justru mereka menunggu dulu sikap JFK yang masih saja membela Sukarno.
Ternyata lewat jalan berliku Irian Barat direbut Indonesia, Belanda marah besar pada Amerika Serikat bahkan perebutan itu tanpa duit sama sekali seperti kejadian KMB 1949. Tapi ada hal paling penting disini, Indonesia udah kebanyakan pinjaman, Sukarno akan rapuh secara ekonomi, inilah yang diperhitungkan maka langkah intelijen Amerika Serikat yang amat tidak suka Sukarno adalah : Menetralisir Kennedy dan membuat Sukarno terjebak dalam perang baru...............
Lalu Inggris mendapatkan bola untuk mempermainkan Sukarno soal Malaysia.
Akhirnya John F Kennedy ditembak, Sukarno mati di Wisma Yaso. Hati-hati dengan persoalan Irian Barat, karena inilah pulau dimana Amerika Serikat juga memiliki kesejarahan historis yang amat kuat. Jangan sampai terjebak provokasi, seperti cerita Kolonel Lubis soal tawaran CIA untuk meledakkan pangkalan minyak milik Caltex agar pasukan Marinir ada alasan untuk menjaga investasinya. Persoalan Irian Barat sekarang amat pelik, mungkin hanya satu penyelesaiannya : “Mengembalikan Kesadaran Nasional dan Tujuan Bangsa ini ke depan, tanpa ini justru rasa kasihan kita bila Papua lepas maka itu akan memancing satu persatu Pulau di Indonesia merdeka. Hentikan politik kekerasan di Papua, karena ini adalah fase awal dari pemecahan Indonesia sesungguhnya”.
0 comments:
Post a Comment