Ibu selalu berkata kepadaku, Sukarno, ketahuilah, engkau itu anak fajar, putera fajar. Sebab engkau dilahirkan pada waktu fajar menyingsing, fajar 6 Juni sedang merantak-rantak di sebelah Timur, pada waktu itu aku lahir. Sehingga Ibu berkata kepadaku sering-sering jikalau aku diajak keluar gubuk memandang ke sebelah Timur, engkau ini anak fajar, engkau dilahirkan pada waktu fajar. Lihat itu fajar. Makin lama makin terang, makin lama makin terang. Engkau nanti akan melihat matahari terbit, jadilah manusia yang berarti, manusia yang manfaat, manusia yang pantas untuk menyambut terbitnya matahari. Manusia yang pantas untuk menyambut terbitnja matahari.
Coba pikirkan ini ucapan almarhum Ibuku, jadilah manusia yang pantas menyambut terbitnya matahari.
Memang ya, Saudara-saudara, anak-anakku sekalian, tidak pantas kalau terbitnja matahari disambut oleh seorang badjingan. Coba, apakah pantas, bajingan menyambut terbitnja matahari atau manusia koruptor yang mencuri harta rakyat menyambut terbitnya matahari? Tidak. Yang pantas menyambut terbitnya matahari itu hanya manusia-manusia abdi Tuhan, manusia-manusia yang manfaat. Oleh karena matahari adalah satu pemberian Tuhan kepada ummat manusia. Diberi matahari oleh Tuhan agar supaya tumbuh-tumbuhan bisa tumbuh dengan baik, agar supaja dunia ini terang, agar supaya manusia yang hidup di bawah kolong langit ini bisa hidup bahagia. Pemberian Tuhan, matahari ini janganlah disambut oleh manusia-manusia yang tidak pantas menyambutnya.
Sebaliknya Ibu menghendaki aku menjadi manusia yang pantas menyambut terbitnya matahari, oleh karena aku dikatakan oleh Ibu anak fajar.
Nah, berhubung dengan itu maka Bapakku
dan Ibuku selalu memberi pendidikan kepadaku untuk mendjadi manusia jang
bermanfaat. Terutama sekali tjara Bapak dan Ibu memberi pendidikan
kepadaku itu ialah selalu membangunkan tjita-tjita dalam dadaku. Sebab
rupanja dan ternjata ini adalah benar dan tepat, manusia tidak bisa
mendjadi manusia jang manfaat kalau dia tidak dari mulanja manusia jang
bertjita-tjita baik. Tuhan memberi otak kepada manusia, memberi pikiran
kepada manusia. Tuhan memberi djuga rasa kepada manusia. Tuhan memberi
kenang-kenangan kepada manusia. Hanja manusia jang otaknja tjerdas, rasa
hatinja baik, kenang-kenangannja tinggi, bisa mendjadi manusia jang
bermanfaat.
Sumber: Amanat Presiden Sukarno pada peringatan Hari Pendidikan Nasional di Istana Olahraga Gelora Bung Karno, Senajan, Djakarta, pada tanggal 2 Mei 1962.
{jwfbcomments-on}
Semangat !
ReplyDelete