Engkau nanti akan melihat matahari terbit, djadilah
manusia jang berarti, manusia jang manfaat, manusia jang pantas untuk
menjambut terbitnja matahari. Jang pantas menjambut terbitnja matahari
itu hanja manusia-manusia abdi Tuhan, manusia-manusia jang manfaat. Ibu
menghendaki aku mendjadi manusia jang pantas menjambut terbitnja
matahari, oleh karena aku dikatakan oleh Ibu adalah anak fadjar. Tuhan
memberi otak kepada manusia, memberi pikiran kepada manusia. Tuhan
memberi djuga rasa kepada manusia. Hanja manusia jang otaknja tjerdas,
rasa hatinja baik, kenang-kenangannja tinggi, bisa mendjadi manusia jang
manfaat.
"Bertjita-tjitalah", h: 7
“Berdikari”
Saja sekarang berkata
kepada Rakjat Indonesia, hai Rakjat Indonesia, Saudara-saudara kita
semuanja, dari Sabang sampai ke Merauke, 104 djuta manusia, kita
sekarang, Saudara-saudara bukan lagi mendjadi anggota dari PBB. Mari
kita berdiri diatas kaki kita sendiri. Djikalau kita memang satu bangsa
jang merdeka, dan memang kita adalah satu bangsa jang merdeka, mari kita
berdiri diatas kaki sendiri.
“Mahkota Kemerdekaan” h: 7.
Bangkit!
Diberi hak-hak atau
tidak diberi hak-hak; diberi pegangan atau tidak diberi pegangan; di
beri penguat atau tidak diberi penguat, – tiap-tiap mahluk, tiap-tiap
umat, tip-tiap bangsa tidak boleh tidak, pasti akhirnja berbangkit.
Pasti achirnja bangun, pasti achirnja menggerakan tenaganja, kalau ia
sudah terlalu sekali merasakan tjelakanja diri teraniaja oleh suatu daja
angkara murka! Djangan lagi manusia, djangan lagi bangsa, walaupun
tjatjingpun tentu bergerak berkeluget-keluget kalau merasakan sakit!
“Indonesia Menggugat” h: 68.
Bangsa dan Ras
Faham ras (djenis) ada
setinggi langit bedanja dengan faham bangsa, oleh karena ras itu ada
suatu faham biologis, sedangkan nationaliteit itu suatu faham sosiologis
(ilmu pergaulan hidup).
“Dibawah Bendera Revolusi” h: 4.
Bangsa jang Besar
Kita bukan bangsa jang
tempe, kita adalah bangsa jang Besar, dengan Ambisi jang Besar,
Tjita-tjita jang Besar, Daja-Kreatif jang Besar, Keuletan jang Besar…
Bangsa jang Besar, bangsa jang Hanjakrawarti-hambaudenda. Bangsa jang
demikian itulah hendaknja bangsa Indonesia!
“Manipol”- h: 85.
Dekadensi
Penjelewengan
terus-menerus menjebabkan dekadensi. Kadang-kadang, dekadensi jang
berpuluh-puluh tahun lamanja, menjebabkan mengamuknja suatu revolusi
baru.
“Manipol” h: 53.
Batja: Penjelewengan didalam Revolusi.
Deklarasi Bogor
Sudah tentu pertemuan-pertemuan untuk persatuan djugalah penting, tetapi pertemuan-pertemuan itu sifatnja membantu, sedang jang pokok
tetaplah persatuan jang lahir dari aksi. Dalam hubungan ini kita harus
tjatat pertemuan Bogor jang menghasilkan “Deklarasi Bogor” jang diadakan
atas inisiatipku dan jang lain kupimpin sendiri. Aku setudju dengan
adanja suatu “tata-krama Nasakom”. Di Indonesia, perkembangan
Nasionalisme, perkembangan agama, dan perkembangan Komunisme didjamin.
Ketiga-tiga aliran itu harus bekerdja sama setjara rukun. Masing-masing
tidak diperkenalkan membitjarakan aliran jang lain setjara jang
merugikan aliran lain itu. Djuga propaganda anti-nasionalisme,
anti-Agama dan anti-Komunisme dilarang.
“Berdikari”.
Dentam-berdentam-gegap-gempita
Revolusi Indonesia
adalah “razende inspiratie van de Indonesische geschiedenis”, –
inspirasi dentam-berdentam gegap-gempita daripada Sedjarah Indonesia – siapakah
dapat memastikan sedjarah, siapakah dapat mematikan Revolusi Indonesia,
inspirasi dentam-berdentam-gegap-gempita daripada Sedjarah itu?
“Tavip” h: 8.
Dialoog
Dalam tiap pertemuan 17
Agustus, dalam tiap pertemuan dengan Lembaga Tertinggi Revolusi sebagai
sekarang ini, saja seperti mengadakan satu dialoog dengan Rakyat. Satu
pembicarakan-timbal- balik antara saja dan Rakyat, antara Ego-ku dan
Alter-Ego-ku.
***
Petundjuk, nasehat,
korreksi, retooling, andjuran, konsepsi, zelfkritiek, penerangan,
pembakaran semangat, penggarisan strategi, penetapan taktik, pendorongan
dan sekali lagi pendorongan, – semua itu harus meluap-luap dalam dialog
jang saja adakan dengan Rakjat pada tiap-tiap saat 17 Agustus itu.
“Gesuri”.
***
Podium [17 Agustus] ini
saja pergunakan sebagai tempat dialoog Sukarno-pribadi dengan
Sukarno-Pemimpin Besar Revolusi, tempat dialoognja Sukarno-Pemimpin
Besar Revolusi dengan Rakyat Indonesia jang ber-Revolusi.
“Tavip” h: 6.
Djembatan Emas
Teriakkanlah sembojan
sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi itu dengan suara jang mendengung
menggetarkan langit, gemuruh sebagai guruhnja guntur. Dengungkanlah
sampai melintas tanah datar dan gunung dan samudra, bahwa Marhaen
diseberangnja Jembatan-emas akan mendirikan suatu masjarakat jang tiada
keningratan dan tiada keburdjuisan, tiada kelas-kelasan dan tiada
kapitalisme.
“DBR” h: 322.
Gita
Dentamnja Revolusi, jang
kadang-kadang berkumandang pekik-sorak, kadang-kadang bersuara
jerit-pahit, sebagai satu keseluruhan kita dengarkan sebagai satu
njanjian, satu simfoni, satu gita, laksana dentumnja gelombang samudra
jang bergelora pukul-memukul membanting di pantai, kita dengarkan
sebagai satu gita kepada Tuhan jang amat dahsjatnja.
“Tavip” h: 10.
Ho-lopis-kuntul baris
Pengedjawantahan
kesadaran sosial itu ialah persatuan, gotong rojong semangat jang saja
namakan semangat “ho-lopis-kuntul-baris”. Semangat persatuan, semangat
gotong-rojong, semangat “ho-lopis-kuntul-baris” itu adalah sjarat mutlak
bagi terselenggarakannja masjarakat adil dan makmur.
“Manipol” h: 67.
Hoogste gezagdrager
Ordening politik-ekonomis-sosial itu dus sebenarnja adalah kekuasaan pokok, – hoogste gezagdrager –
daripada kehidupan nasional kita ini. Autoriteit jang tertinggi dalam
kehidupan Nasional kita itu, autoriteit Tjakrawarti dalam Revolusi kita
itu, adalah ordening kollektif jang saja maksudkan itu.
“Manipol” h: 68.
Hukum-hukum Revolusi
Sekarang Roda Revolusi
sudah berputar kembali atas dasar Hukum-hukum klassik dari semua
Revolusi. Apakah Hukum-hukum klassik daripada Revolusi itu?
Satu: Tiada Revolusi djikalau ia tidak mendjalankan konfrontasi terus-menerus – confrontasi de tous les jours.
Dua: Tiada Revolusi djikalau ia tidak berupa satu disiplin jang hidup, disiplin dibawah satu pimpinan.
“Gesuri”.
Introspeksi
Pada hari 17 Agustus
kita mengadakan introspeksi kepada diri sendiri, sudahlah kita melakukan
segala kewadjiban jang harus kita lakukan?
“Djarek” h: 108.
Irama Revolusi
Segala pasang-naik dan
pasang-surutnja perdjoangan, segala pukulan jang kita berikan dan
pukulan jang kita terima, adalah iramanja perdjoangan, iramanja
Revolusi.
“Tavip” h: 10.
0 comments:
Post a Comment