Hari ini Presiden SBY menganugerahkan dua gelar Pahlawan Nasional kepada : Damara dan Johannes Leimena. Bagi banyak orang Pahlawan adalah ingatan tentang masa lalu, sebuah masa ketika kehidupan dikorbankan untuk tujuan-tujuan besar, membentuk Negara dan menyelamatkan masa depan.
Tapi penghargaan tak selalu menghadirkan Pahlawan yang sesungguhnya, banyak dari mereka yang terlupakan termasuk pada mereka yang bertaruh untuk membentuk masa depan pada Jam-Jam Pertama Revolusi 1945, mereka ini tidak banyak diberikan perhatian dari Pemerintah, karena keberanian mereka melawan pemerintahan, ataupun keterlibatan mereka pada hal-hal yang berbau kiri, padahal sungguh aneh. Indonesia dibentuk karena memang cita-cita sosialisme, jadi ketika mereka menjadi kiri bukan berarti mereka adalah pengkhianat justru mereka mati demi sebuah cita-cita : KeIndonesiaan Kita.
Maruto Nitimihardjo
Banyak generasi sekarang yang tidak tahu siapa Maruto Nitimihardjo, mungkin bagi generasi tua mengenang Maruto adalah salah satu Tokoh Murba yang paling diingat di samping Sukarni. Padahal Maruto adalah pusar dari seluruh rangkaian gerakan muda di Indonesia dalam kurun waktu 1926-1950.
Maruto adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap Sumpah Pemuda 1928, dialah yang mengilik-ngilik PPPI (Persatuan Peladjar-Peladjar Indonesia) Sugondo Djojopuspito untuk melakukan gebrakan politik dengan membangun jaringan, ide itu kemudian disetujui oleh Kotjo Sungkono ketua PI (Pemuda Indonesia) yang merupakan sayap penting di dalam tubuh PPPI.
Ide Maruto ini didengar banyak kawannya lalu seseorang mengajak Maruto mengajak ke asrama tempat Yamin yang saat itu lagi tidur-tiduran di kamarnya sambil membaca buku. Maruto bertanya kepada Yamin, sedang baca apa kau, Min?. Yamin tertawa sambil memperlihatkan bukunya, coba kau baca Maruto ini buku bagus sekali lalu Yamin memberikan buku berjudul “Naar de Republiek” (Menuju Negara Republik) karangan Tan Malaka. Disaat itu juga ide tentang melakukan “pembentukan jaringan pemuda” dikatakan Maruto kepada Yamin, lalu Yamin menyahut “Ini ide gila, sebaiknya kau sampaikan itu ke Sukarno, dia kan disebut ‘Bapak Persatuan Indonesia’ abis ngomongnya persatuan melulu”.
Lalu Maruto, Yamin, Sugondo dan banyak kawannya ke tempat Sukarno di Jalan Pangkur Bandung, Sukarno saat itu sedang mengajar kursus pada murid-muridnya dalam studieclub Bandung. Salah satunya adalah Gatot Mangkupradja. Di depan tamunya, Sukarno gembira sekali “Coba kamu gerakkan itu” seru Sukarno dengan mata melotot. Setelah mau pulang, Sukarno memesankan pada Maruto “Jaga baik-baik Pergerakan ini”.
Salah satu kelebihan Maruto adalah ia mampu membangun jaringan, Maruto bukan sosok yang penuh ide atau cerdas tidak seperti Yamin yang pengkhayal atau Sjahrir yang teramat cerdas, tapi Maruto adalah orang yang tekun. Dia setia dengan visi-nya, obsesi terbesar Maruto adalah membangun gerakan muda yang mampu mengantarkan jaman ini ke sebuah jaman baru, jaman merdeka. Apalagi setelah membaca buku Tan Malaka, maka Maruto semakin paham ke arah mana Indonesia harus bergerak.
Bila Sukarno selalu berada di panggung sejarah dan memainkan drama-nya, maka Maruto ini selalu yang berkeringat membentuk panggung sejarah. Bila Sukarno, Hatta, Tan Malaka adalah aktor panggung berbakat, maka Maruto adalah tukang kerek layarnya, tukang angkat bangku, tukang yang membereskan segala perabot panggung. Tanpa peran Maruto mungkin panggung itu tak pernah ada.
Banyak orang yang meremehkan arti penting Sumpah Pemuda 1928, padahal lewat koneksi Sumpah Pemuda itu bisa dibangun jaringan penting antar gerakan di daerah-daerah, lalu siapa yang menyangka Daud Bereuh tokoh penting Aceh yang pernah melawan Sukarno adalah salah satu pemuda yang hadir dalam Sumpah Pemuda 1928 dan saat konflik dengan pemerintahan Sukarno di kemudian hari ia hanya bisa berdiplomasi dengan pihak Djakarta apabila ada Maruto. Lalu Hatta mengirim Maruto ke Aceh dan membereskan persoalan sebenarnya dari konflik yaitu : Permusuhan kaum bangsawan dengan Ulama. Maruto juga pernah mau dibunuh oleh Laskar Banten, tapi pemimpin Laskar Banten Hadji Djaya adalah salah seorang yang hadir dari Sumpah Pemuda, Maruto dibebaskan.
Arti penting kedua dari diri Maruto bahwa dialah orang yang paling bertanggung jawab dalam perang di Djakarta. Maruto dan Pandu Kartawiguna adalah tokoh pemuda yang memutuskan perang dengan pihak asing ketimbang berunding. Karena keputusan ini kelompok Maruto pernah diusir oleh anggotan Prapatan 10 pimpinan Eri Soedewo yang lebih ingin melalui jalan diplomasi. Pengusiran Maruto ini justru memancing tumbuhnya lasykar radikal yang angkat senjata di sekitaran Jakarta dan menjadikan Revolusi 1945 jadi perang beneran.
Wikana
Banyak dari orang Indonesia tidak tau siapa Wikana. Padahal tanpa Wikana kita tidak mengenal Indonesia seperti sekarang. Wikana adalah orang yang paling memperhitungkan posisi kemerdekaan Indonesia. Saat itu Sukarno dan Hatta amat percaya pada janji Jepang. Padahal bila diberi hadiah kemerdekaan oleh Jepang maka Indonesia akan jadi wilayah tanpa Tuan, karena apapun pemberian Jepang bisa dibatalkan demi hukum karena Jepang kalah perang. Satu-satunya jalan adalah merebut dari Jepang kemerdekaan itu. Perhitungan Wikana : Bila Indonesia kembali diterima sekutu maka ini sama saja dengan peristiwa 1811 dimana Inggris merebut Jawa dari Perancis kemudian mengembalikannya kepada Belanda. Sementara dua Raja di Jawa tidak segera melakukan pemberontakannya tapi malah asik main intrik sendiri. Akhirnya Jawa dijajah Belanda kembali.
Wikana tau sekali Jepang tidak akan marah, atau bertindak apapun. Seluruh perwira Jepang satu persatu sudah mulai bunuh diri, mabuk ataupun hopeless. Mereka akan membiarkan apapun apabila ada gerakan dari Indonesia. Wikana tau ini karena dia bekerja di Kaigun, atau Dinas Angkatan Laut Jepang. Wikana kemudian menyampaikan ide ini kepada Sukarni yang punya jaringan ke pemuda. Sukarni mendesak untuk memerdekakan sendiri atau bekerjasama bukan dengan Sukarno tapi Sjahrir, karena Sjahrir bukan kolaborator Djepang. Awalnya Wikana setuju ide Sukarni, tapi Sjahrir gemetar saat akan menerima tanggung jawab Proklamasi lalu Sjahrir dating ke rumah Maruto, berulang kali Sjahrir bertanya pada Maruto “apa saya bisa?”
Mendengar keraguan Sjahrir tak ada jalan lain bagi Wikana untuk mendesak Sukarno-Hatta. Wikana lalu datang bersama Chaerul Saleh, Sukarni, Subadio, dan lainnya termasuk DN Aidit (kelak jadi tokoh penting PKI). Disana Wikana yang paling dituakan dari pemuda untuk bicara, tapi Sukarno bicara terlalu keras pada Wikana sampai membentaknya, inilah yang bikin kecewa Sukarni pemuda Blitar berhati panas, sepulangnya dari rumah Sukarno, maka Sukarni bikin ide untuk culik Sukarno dan memaksa usulan Wikana diterima.
Sukarno-Hatta diculik sehabis sahur ke Rengasdengklok, tapi sebelumnya Wikana sudah mendesak pada Achmad Subardjo untuk merayu Sukarno agar jangan sampai bikin Proklamasi buatan Jepang. Berkali-kali Hatta bergumam “tidak mungkin melakukan ini tanpa Jepang, kita belum siap jika harus perang dengan Jepang” Sukarni bersikeras – Jalan satu-satunya adalah Indonesia melakukan sendiri, dan berperang dengan Jepang adalah resiko.
Ternyata lobi Subardjo berhasil, Laksamana Maeda berhasil dibujuk untuk pasang badan melindung Sukarno-Hatta dan para pemuda yang membikin proklamasi bukan buatan Jepang. Awalnya Sukarni membuat sendiri teks proklamasinya, tapi Subardjo menolak “Biar Hatta yang bikin, dia jago untuk buat surat administrasi” lalu lahirlah teks Proklamasi yang gaya bahasanya mirip bahasa Notaris itu.
Sampai sekarang Wikana belum dapat jasa Pahlawan Nasional.
Pandu Kartawiguna
Arti penting Pandu Kartawiguna selain mendirikan kantor berita Antara bersama Adam Malik, dialah orang pertama yang menggerakkan pemuda Djakarta untuk turun ke jalan dan mengangkat senjata. Bersama Maruto, Pandu menggiring pemuda-pemuda membangun benteng-benteng pasir di sekitar wilayah Cikini, Pegangsaan, Kramat Raya sebagai basis pertempuran. Karena gerakan Pandu ini Sukarno marah-marah. Suatu malam Sukarno nyuruh dokter Muwardi untuk manggil Pandu dan Maruto, dipikirnya senang dengan perjuangannya Maruto dan Pandu menghadap Sukarno. Di tengah kumpulan para pembantu Sukarno, Maruto dan Pandu dimaki-maki Sukarno karena berani gerakin pemuda dan ini sama saja mengantarkan nyawa ke pemuda itu.
Pandu sampai keringat dingin gemetaran, ia tak tahan mendengarkan marah Sukarno di depan orang banyak, apalagi ada orang yang menambah-nambahi marah Sukarno itu, padahal Pandu sudah bertarung nyawa guling-gulingan di jalan mempertahankan Djakarta. Sejak kemarahan Sukarno itu beberapa tokoh pemuda tidak terlalu berharap pada Sukarno untuk perjuangan bersenjata, mereka memilih tokoh lain yang kemudian muncul : Tan Malaka.
Sukarni
Sukarni ini ibaratnya api dalam gerakan pemuda, ia yang selalu membangkitkan semangat. Tanpa Sukarni mungkin gerakan muda Indonesia saat itu tidak memiliki daya katalisatornya, daya penghubung agar gerakan menjadi hidup. Sukarni dikenal sebagai pengikut Tan Malaka yang paling setia, berani dan hidup mati demi apa yang diyakininya. Sukarni pernah dikurung di kamar gelap bersama Tan Malaka saat penangkapan kelompok Tan Malaka gara-gara kudeta Djenderal Majoor Sudarsono di tahun 1946.
Sukarni sendiri yang memaksa Sukarno untuk bertaruh di Lapangan Ikada agar ia dipercaya rakyat dan dilihat oleh intel-intel sekutu bahwa dialah pemimpin negeri ini, aksi Sukarni sering bikin kesal Sukarno dan pemerintahannya karena selalu bikin jalan bahaya, tapi aksi Sukarni yang nekat seperti pemaksaan pidato di Lapangan Ikada membuahkan hasil hebat : Sejak Lapangan Ikada, Sukarno memperoleh legitimasi politik luar biasa dari rakyat. Dan Sukarno mengakui itu dengan mendirikan Monumen Nasional, pada hakikatnya bila Proklamasi adalah De Jure, maka Pidato Lapangan Ikada adalah De facto dari Kemerdekaan Indonesia.
Chaerul Saleh
Inilah orang yang hidup demi prinsipnya dan mati dalam tragedi. Sulit membayangkan perang pemuda di masa revolusi 1945 tanpa kehadiran Chaerul Saleh. Perang Kemerdekaan itu terjadi bukan karena perlawanan tentara resmi, tapi karena nekatnya tokoh-tokoh muda. Peranannya dari Proklamasi sama persis apa yang dilakukan Wikana, Chaerul Saleh ini juga seseorang yang banyak akal, ia yang mengusahakan mobil untuk Sukarno, ia yang mengurusi semua persiapan.
Bagi Chaerul Saleh, Revolusi adalah sebuah drama romantik. Chaerul Saleh mungkin dikenang banyak orang sebagai tokoh pemuda yang tampan, karena kisah cintanya dengan Yohana, gadis betawi indo yang amat cantik itulah yang kemudian membawa dia pada imajinasi bahwa semuanya harus penuh dengan romantika-drama.
Di saat Hatta mundur karena bertanggung jawab terhadap pembatalan bayar hutang KMB 1949, Chaerul Saleh di dapuk jadi salah seorang Menteri Sukarno, melalui dialah konsep pembangunan Indonesia dengan mengadopsi strategi Jerman Barat dengan bikin industri-industri besar seperti Krakatau Steel, Pupuk Sriwijaya dilakukan. Chaerul Saleh melakukan lobi-lobi ke Sovjet untuk membantu pembangunan Krakatau Steel, menurut pandangan Chaerul Saleh masa depan suatu negara ditentukan oleh pabrik baja-nya dan dia berambisi Indonesia memiliki Pabrik Baja terbesar di dunia.
Setelah Gestapu 65 Chaerul Saleh habis-habisan di belakang Sukarno. Ia menolak mendukung Suharto, walaupun Partainya Murba memutuskan dukung Suharto. Chaerul Saleh ditangkap dan kemudian dipenjarakan. Lalu ia mati tak jelas di dalam penjara, kabarnya meninggal saat di WC. Inilah yang membuat marah banyak orang.
Dan bagaimana kabarnya Krakatau Steel? Akhirnya saham Pabrik ini dibawah Pemerintahan Komprador SBY dijual amat murah, dan Indonesia harus melupakan ambisi buat Pabrik Baja terbesar di dunia.
Djohan Sjahroezah
Tidak banyak yang mengenal Djohan Sjahroezah, padahal tanpa tokoh ini gerakan pemuda di luar Djakarta tidak bisa bergerak. Djohan ini keponakan Sjahrir – karena hubungan keponakan inilah nama Djohan selalu dikaitkan dengan Sjahrir, padahal Djohan memiliki kemandirian politik bahkan lebih luas ketimbang Sjahrir-. .
Djohan adalah tokoh yang paling bertanggung jawab membangun jaringan gerakan muda untuk mendukung gerakan-gerakan di Djakarta. Salah satu jasa terpenting Djohan Sjahroedzah membentuk jaringan pemuda yang bersiap merebut senjata dari gudang Jepang seperti di Pathook Yogyakarta.
Djohan adalah satu-satunya tokoh dilingkaran Sjahrir yang paling amat dogmatis dalam memahami Marxisme, dia memandang perjalanan sejarah Indonesia sebagai sebuah episode yang dibuat fase-fasenya oleh Karl Marx. Pada episode Revolusi Kemerdekaan, Djohan menilai bahwa itu adalah masa Revolusi Borjuis akan datang masanya Revolusi Sosialis yang sesungguhnya. Jaringan Djohan terpenting adalah saat ia menjadi buruh di perusahaan minyak Belanda BPM. Di perusahaan ini Djohan membentuk serikat buruh yang kemudian diradikalisasi, dari serikat buruh ini kemudian menyebar menjadi kelompok-kelompok politik menjelang Belanda jatuh dan sangat berfungsi sebagai kekuatan kelompok Illegal (Bawah Tanah) dalam menentang Jepang dan menyiapkan kemerdekaan. Djohan membangun satelit-satelit perjuangannya di banyak kota seperti di Semarang dia memerintahkan ML Tobing untuk bikin gerakan bawah tanah, di Yogyakarta ia memerintahkan Dimyati dan Dayino lalu menjadi gerakan penting di Yogyakarta dan basis gerakan militer pro Republik pada masa kemerdekaan. Djohan adalah satu-satunya tokoh pemuda yang paling dipercaya banyak kelompok. Dengan kelompok PKI Illegal tinggalan Musso ia juga dipercaya membentuk jalur dukungan. Djohan juga paham jaringan yang dibuat Amir yang sampai saat ini masih amat rahasia dan belum terkuak dalam sejarah, ada hubungan apa Amir dengan Belanda? Apakah benar ada senjata yang disimpan Belanda di banyak tempat termasuk di Banten yang kemudian jadi sumber konflik penting setelah masa kemerdekaan?
Djohan juga yang mendirikan Paras (Partai Rakyat Sosialis). Djohan ini adalah pemuda paling radikal, tapi ia punya Paman yang perhitungan seperti Sjahrir. Setelah Sjahrir dengan celana tennis berpidato di Prapatan 10 tentang politik Diplomasi, tampaknya Djohan cenderung mengikti garis pamannya. Padahal jaringan yang dibangun Djohan amat radikal, jaringan inilah yang kemudian diambilalih oleh kelompok Tan Malaka seperti yang di Solo dan diambil PKI seperti link ke Sumarsono.
Tanpa kehadiran Djohan Sjahroezah amat sulit bagi kelompok pemuda mengoordinasi diri mereka. Tapi sampai sekarangpun Djohan tidak masuk hitungan Pahlawan Nasional.
Soe Hok Gie
Mungkin dari sekian tokoh yang saya ceritakan, Soe Hok Gie adalah tokoh yang paling akrab dengan diri kita. Soe Hok Gie mustinya masuk ke dalam daftar tokoh Pahlawan Nasional.
Soe Hok Gie, adalah seorang keturunan Cina yang darinya justru kita banyak belajar tentang KeIndonesiaan. Dialah tokoh yang paling depan dalam menyadarkan sebuah Indonesia baru, Manusia Indonesia dengan Peradaban Indonesia.
Gie bertarung di jalan-jalan saat penumbangan Sukarno, tapi ia tidak membenci Sukarno ia membenci keadaan, ia tidak membenci PKI, ia membenci keadaan yang PKI masuk dalam lingkaran rumit. Pada akhirnya hanya Gie sendirian yang melawan pemerintah militer Orde Baru dengan menuliskan sebuah naskah penuh pujian kepada Sudisman tokoh PKI yang amat commit terhadap Sukarno.
Gie menolak untuk menjadi pejabat seperti pemuda lainnya macam Akbar Tandjung, Abdul Gafur atau Sofjan Wanandi. Ia memilih tetap pada jalur berjarak dengan kekuasaan. Dalam tulisannya Gie menceritakan pembantaian di Bali karena perburuan-perburuan orang PKI yang amat menyeramkan. Dari sinilah kesadaran Gie muncul, ia harus melawan pemerintahan militer yang tidak benar. Tapi sayang Gie mati muda.
Dari api pikiran Gie inilah kemudian terjajar rapi barisan mahasiswa yang menolak berkompromi dengan garis kekuasaan mulai dari Arif Budiman –kakak kandungnya sendiri-, Hariman Siregar, Dorodjatun Kuntjorojakti sampai pada Mahasiswa yang melawan Orde Baru 1998 dan berhasil menjatuhkan Suharto.
Gie, pantas menjadi Pahlawan Nasional.
Tapi penghargaan tak selalu menghadirkan Pahlawan yang sesungguhnya, banyak dari mereka yang terlupakan termasuk pada mereka yang bertaruh untuk membentuk masa depan pada Jam-Jam Pertama Revolusi 1945, mereka ini tidak banyak diberikan perhatian dari Pemerintah, karena keberanian mereka melawan pemerintahan, ataupun keterlibatan mereka pada hal-hal yang berbau kiri, padahal sungguh aneh. Indonesia dibentuk karena memang cita-cita sosialisme, jadi ketika mereka menjadi kiri bukan berarti mereka adalah pengkhianat justru mereka mati demi sebuah cita-cita : KeIndonesiaan Kita.
Maruto Nitimihardjo
Banyak generasi sekarang yang tidak tahu siapa Maruto Nitimihardjo, mungkin bagi generasi tua mengenang Maruto adalah salah satu Tokoh Murba yang paling diingat di samping Sukarni. Padahal Maruto adalah pusar dari seluruh rangkaian gerakan muda di Indonesia dalam kurun waktu 1926-1950.
Maruto adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap Sumpah Pemuda 1928, dialah yang mengilik-ngilik PPPI (Persatuan Peladjar-Peladjar Indonesia) Sugondo Djojopuspito untuk melakukan gebrakan politik dengan membangun jaringan, ide itu kemudian disetujui oleh Kotjo Sungkono ketua PI (Pemuda Indonesia) yang merupakan sayap penting di dalam tubuh PPPI.
Ide Maruto ini didengar banyak kawannya lalu seseorang mengajak Maruto mengajak ke asrama tempat Yamin yang saat itu lagi tidur-tiduran di kamarnya sambil membaca buku. Maruto bertanya kepada Yamin, sedang baca apa kau, Min?. Yamin tertawa sambil memperlihatkan bukunya, coba kau baca Maruto ini buku bagus sekali lalu Yamin memberikan buku berjudul “Naar de Republiek” (Menuju Negara Republik) karangan Tan Malaka. Disaat itu juga ide tentang melakukan “pembentukan jaringan pemuda” dikatakan Maruto kepada Yamin, lalu Yamin menyahut “Ini ide gila, sebaiknya kau sampaikan itu ke Sukarno, dia kan disebut ‘Bapak Persatuan Indonesia’ abis ngomongnya persatuan melulu”.
Lalu Maruto, Yamin, Sugondo dan banyak kawannya ke tempat Sukarno di Jalan Pangkur Bandung, Sukarno saat itu sedang mengajar kursus pada murid-muridnya dalam studieclub Bandung. Salah satunya adalah Gatot Mangkupradja. Di depan tamunya, Sukarno gembira sekali “Coba kamu gerakkan itu” seru Sukarno dengan mata melotot. Setelah mau pulang, Sukarno memesankan pada Maruto “Jaga baik-baik Pergerakan ini”.
Salah satu kelebihan Maruto adalah ia mampu membangun jaringan, Maruto bukan sosok yang penuh ide atau cerdas tidak seperti Yamin yang pengkhayal atau Sjahrir yang teramat cerdas, tapi Maruto adalah orang yang tekun. Dia setia dengan visi-nya, obsesi terbesar Maruto adalah membangun gerakan muda yang mampu mengantarkan jaman ini ke sebuah jaman baru, jaman merdeka. Apalagi setelah membaca buku Tan Malaka, maka Maruto semakin paham ke arah mana Indonesia harus bergerak.
Bila Sukarno selalu berada di panggung sejarah dan memainkan drama-nya, maka Maruto ini selalu yang berkeringat membentuk panggung sejarah. Bila Sukarno, Hatta, Tan Malaka adalah aktor panggung berbakat, maka Maruto adalah tukang kerek layarnya, tukang angkat bangku, tukang yang membereskan segala perabot panggung. Tanpa peran Maruto mungkin panggung itu tak pernah ada.
Banyak orang yang meremehkan arti penting Sumpah Pemuda 1928, padahal lewat koneksi Sumpah Pemuda itu bisa dibangun jaringan penting antar gerakan di daerah-daerah, lalu siapa yang menyangka Daud Bereuh tokoh penting Aceh yang pernah melawan Sukarno adalah salah satu pemuda yang hadir dalam Sumpah Pemuda 1928 dan saat konflik dengan pemerintahan Sukarno di kemudian hari ia hanya bisa berdiplomasi dengan pihak Djakarta apabila ada Maruto. Lalu Hatta mengirim Maruto ke Aceh dan membereskan persoalan sebenarnya dari konflik yaitu : Permusuhan kaum bangsawan dengan Ulama. Maruto juga pernah mau dibunuh oleh Laskar Banten, tapi pemimpin Laskar Banten Hadji Djaya adalah salah seorang yang hadir dari Sumpah Pemuda, Maruto dibebaskan.
Arti penting kedua dari diri Maruto bahwa dialah orang yang paling bertanggung jawab dalam perang di Djakarta. Maruto dan Pandu Kartawiguna adalah tokoh pemuda yang memutuskan perang dengan pihak asing ketimbang berunding. Karena keputusan ini kelompok Maruto pernah diusir oleh anggotan Prapatan 10 pimpinan Eri Soedewo yang lebih ingin melalui jalan diplomasi. Pengusiran Maruto ini justru memancing tumbuhnya lasykar radikal yang angkat senjata di sekitaran Jakarta dan menjadikan Revolusi 1945 jadi perang beneran.
Wikana
Banyak dari orang Indonesia tidak tau siapa Wikana. Padahal tanpa Wikana kita tidak mengenal Indonesia seperti sekarang. Wikana adalah orang yang paling memperhitungkan posisi kemerdekaan Indonesia. Saat itu Sukarno dan Hatta amat percaya pada janji Jepang. Padahal bila diberi hadiah kemerdekaan oleh Jepang maka Indonesia akan jadi wilayah tanpa Tuan, karena apapun pemberian Jepang bisa dibatalkan demi hukum karena Jepang kalah perang. Satu-satunya jalan adalah merebut dari Jepang kemerdekaan itu. Perhitungan Wikana : Bila Indonesia kembali diterima sekutu maka ini sama saja dengan peristiwa 1811 dimana Inggris merebut Jawa dari Perancis kemudian mengembalikannya kepada Belanda. Sementara dua Raja di Jawa tidak segera melakukan pemberontakannya tapi malah asik main intrik sendiri. Akhirnya Jawa dijajah Belanda kembali.
Wikana tau sekali Jepang tidak akan marah, atau bertindak apapun. Seluruh perwira Jepang satu persatu sudah mulai bunuh diri, mabuk ataupun hopeless. Mereka akan membiarkan apapun apabila ada gerakan dari Indonesia. Wikana tau ini karena dia bekerja di Kaigun, atau Dinas Angkatan Laut Jepang. Wikana kemudian menyampaikan ide ini kepada Sukarni yang punya jaringan ke pemuda. Sukarni mendesak untuk memerdekakan sendiri atau bekerjasama bukan dengan Sukarno tapi Sjahrir, karena Sjahrir bukan kolaborator Djepang. Awalnya Wikana setuju ide Sukarni, tapi Sjahrir gemetar saat akan menerima tanggung jawab Proklamasi lalu Sjahrir dating ke rumah Maruto, berulang kali Sjahrir bertanya pada Maruto “apa saya bisa?”
Mendengar keraguan Sjahrir tak ada jalan lain bagi Wikana untuk mendesak Sukarno-Hatta. Wikana lalu datang bersama Chaerul Saleh, Sukarni, Subadio, dan lainnya termasuk DN Aidit (kelak jadi tokoh penting PKI). Disana Wikana yang paling dituakan dari pemuda untuk bicara, tapi Sukarno bicara terlalu keras pada Wikana sampai membentaknya, inilah yang bikin kecewa Sukarni pemuda Blitar berhati panas, sepulangnya dari rumah Sukarno, maka Sukarni bikin ide untuk culik Sukarno dan memaksa usulan Wikana diterima.
Sukarno-Hatta diculik sehabis sahur ke Rengasdengklok, tapi sebelumnya Wikana sudah mendesak pada Achmad Subardjo untuk merayu Sukarno agar jangan sampai bikin Proklamasi buatan Jepang. Berkali-kali Hatta bergumam “tidak mungkin melakukan ini tanpa Jepang, kita belum siap jika harus perang dengan Jepang” Sukarni bersikeras – Jalan satu-satunya adalah Indonesia melakukan sendiri, dan berperang dengan Jepang adalah resiko.
Ternyata lobi Subardjo berhasil, Laksamana Maeda berhasil dibujuk untuk pasang badan melindung Sukarno-Hatta dan para pemuda yang membikin proklamasi bukan buatan Jepang. Awalnya Sukarni membuat sendiri teks proklamasinya, tapi Subardjo menolak “Biar Hatta yang bikin, dia jago untuk buat surat administrasi” lalu lahirlah teks Proklamasi yang gaya bahasanya mirip bahasa Notaris itu.
Sampai sekarang Wikana belum dapat jasa Pahlawan Nasional.
Pandu Kartawiguna
Arti penting Pandu Kartawiguna selain mendirikan kantor berita Antara bersama Adam Malik, dialah orang pertama yang menggerakkan pemuda Djakarta untuk turun ke jalan dan mengangkat senjata. Bersama Maruto, Pandu menggiring pemuda-pemuda membangun benteng-benteng pasir di sekitar wilayah Cikini, Pegangsaan, Kramat Raya sebagai basis pertempuran. Karena gerakan Pandu ini Sukarno marah-marah. Suatu malam Sukarno nyuruh dokter Muwardi untuk manggil Pandu dan Maruto, dipikirnya senang dengan perjuangannya Maruto dan Pandu menghadap Sukarno. Di tengah kumpulan para pembantu Sukarno, Maruto dan Pandu dimaki-maki Sukarno karena berani gerakin pemuda dan ini sama saja mengantarkan nyawa ke pemuda itu.
Pandu sampai keringat dingin gemetaran, ia tak tahan mendengarkan marah Sukarno di depan orang banyak, apalagi ada orang yang menambah-nambahi marah Sukarno itu, padahal Pandu sudah bertarung nyawa guling-gulingan di jalan mempertahankan Djakarta. Sejak kemarahan Sukarno itu beberapa tokoh pemuda tidak terlalu berharap pada Sukarno untuk perjuangan bersenjata, mereka memilih tokoh lain yang kemudian muncul : Tan Malaka.
Sukarni
Sukarni ini ibaratnya api dalam gerakan pemuda, ia yang selalu membangkitkan semangat. Tanpa Sukarni mungkin gerakan muda Indonesia saat itu tidak memiliki daya katalisatornya, daya penghubung agar gerakan menjadi hidup. Sukarni dikenal sebagai pengikut Tan Malaka yang paling setia, berani dan hidup mati demi apa yang diyakininya. Sukarni pernah dikurung di kamar gelap bersama Tan Malaka saat penangkapan kelompok Tan Malaka gara-gara kudeta Djenderal Majoor Sudarsono di tahun 1946.
Sukarni sendiri yang memaksa Sukarno untuk bertaruh di Lapangan Ikada agar ia dipercaya rakyat dan dilihat oleh intel-intel sekutu bahwa dialah pemimpin negeri ini, aksi Sukarni sering bikin kesal Sukarno dan pemerintahannya karena selalu bikin jalan bahaya, tapi aksi Sukarni yang nekat seperti pemaksaan pidato di Lapangan Ikada membuahkan hasil hebat : Sejak Lapangan Ikada, Sukarno memperoleh legitimasi politik luar biasa dari rakyat. Dan Sukarno mengakui itu dengan mendirikan Monumen Nasional, pada hakikatnya bila Proklamasi adalah De Jure, maka Pidato Lapangan Ikada adalah De facto dari Kemerdekaan Indonesia.
Chaerul Saleh
Inilah orang yang hidup demi prinsipnya dan mati dalam tragedi. Sulit membayangkan perang pemuda di masa revolusi 1945 tanpa kehadiran Chaerul Saleh. Perang Kemerdekaan itu terjadi bukan karena perlawanan tentara resmi, tapi karena nekatnya tokoh-tokoh muda. Peranannya dari Proklamasi sama persis apa yang dilakukan Wikana, Chaerul Saleh ini juga seseorang yang banyak akal, ia yang mengusahakan mobil untuk Sukarno, ia yang mengurusi semua persiapan.
Bagi Chaerul Saleh, Revolusi adalah sebuah drama romantik. Chaerul Saleh mungkin dikenang banyak orang sebagai tokoh pemuda yang tampan, karena kisah cintanya dengan Yohana, gadis betawi indo yang amat cantik itulah yang kemudian membawa dia pada imajinasi bahwa semuanya harus penuh dengan romantika-drama.
Di saat Hatta mundur karena bertanggung jawab terhadap pembatalan bayar hutang KMB 1949, Chaerul Saleh di dapuk jadi salah seorang Menteri Sukarno, melalui dialah konsep pembangunan Indonesia dengan mengadopsi strategi Jerman Barat dengan bikin industri-industri besar seperti Krakatau Steel, Pupuk Sriwijaya dilakukan. Chaerul Saleh melakukan lobi-lobi ke Sovjet untuk membantu pembangunan Krakatau Steel, menurut pandangan Chaerul Saleh masa depan suatu negara ditentukan oleh pabrik baja-nya dan dia berambisi Indonesia memiliki Pabrik Baja terbesar di dunia.
Setelah Gestapu 65 Chaerul Saleh habis-habisan di belakang Sukarno. Ia menolak mendukung Suharto, walaupun Partainya Murba memutuskan dukung Suharto. Chaerul Saleh ditangkap dan kemudian dipenjarakan. Lalu ia mati tak jelas di dalam penjara, kabarnya meninggal saat di WC. Inilah yang membuat marah banyak orang.
Dan bagaimana kabarnya Krakatau Steel? Akhirnya saham Pabrik ini dibawah Pemerintahan Komprador SBY dijual amat murah, dan Indonesia harus melupakan ambisi buat Pabrik Baja terbesar di dunia.
Djohan Sjahroezah
Tidak banyak yang mengenal Djohan Sjahroezah, padahal tanpa tokoh ini gerakan pemuda di luar Djakarta tidak bisa bergerak. Djohan ini keponakan Sjahrir – karena hubungan keponakan inilah nama Djohan selalu dikaitkan dengan Sjahrir, padahal Djohan memiliki kemandirian politik bahkan lebih luas ketimbang Sjahrir-. .
Djohan adalah tokoh yang paling bertanggung jawab membangun jaringan gerakan muda untuk mendukung gerakan-gerakan di Djakarta. Salah satu jasa terpenting Djohan Sjahroedzah membentuk jaringan pemuda yang bersiap merebut senjata dari gudang Jepang seperti di Pathook Yogyakarta.
Djohan adalah satu-satunya tokoh dilingkaran Sjahrir yang paling amat dogmatis dalam memahami Marxisme, dia memandang perjalanan sejarah Indonesia sebagai sebuah episode yang dibuat fase-fasenya oleh Karl Marx. Pada episode Revolusi Kemerdekaan, Djohan menilai bahwa itu adalah masa Revolusi Borjuis akan datang masanya Revolusi Sosialis yang sesungguhnya. Jaringan Djohan terpenting adalah saat ia menjadi buruh di perusahaan minyak Belanda BPM. Di perusahaan ini Djohan membentuk serikat buruh yang kemudian diradikalisasi, dari serikat buruh ini kemudian menyebar menjadi kelompok-kelompok politik menjelang Belanda jatuh dan sangat berfungsi sebagai kekuatan kelompok Illegal (Bawah Tanah) dalam menentang Jepang dan menyiapkan kemerdekaan. Djohan membangun satelit-satelit perjuangannya di banyak kota seperti di Semarang dia memerintahkan ML Tobing untuk bikin gerakan bawah tanah, di Yogyakarta ia memerintahkan Dimyati dan Dayino lalu menjadi gerakan penting di Yogyakarta dan basis gerakan militer pro Republik pada masa kemerdekaan. Djohan adalah satu-satunya tokoh pemuda yang paling dipercaya banyak kelompok. Dengan kelompok PKI Illegal tinggalan Musso ia juga dipercaya membentuk jalur dukungan. Djohan juga paham jaringan yang dibuat Amir yang sampai saat ini masih amat rahasia dan belum terkuak dalam sejarah, ada hubungan apa Amir dengan Belanda? Apakah benar ada senjata yang disimpan Belanda di banyak tempat termasuk di Banten yang kemudian jadi sumber konflik penting setelah masa kemerdekaan?
Djohan juga yang mendirikan Paras (Partai Rakyat Sosialis). Djohan ini adalah pemuda paling radikal, tapi ia punya Paman yang perhitungan seperti Sjahrir. Setelah Sjahrir dengan celana tennis berpidato di Prapatan 10 tentang politik Diplomasi, tampaknya Djohan cenderung mengikti garis pamannya. Padahal jaringan yang dibangun Djohan amat radikal, jaringan inilah yang kemudian diambilalih oleh kelompok Tan Malaka seperti yang di Solo dan diambil PKI seperti link ke Sumarsono.
Tanpa kehadiran Djohan Sjahroezah amat sulit bagi kelompok pemuda mengoordinasi diri mereka. Tapi sampai sekarangpun Djohan tidak masuk hitungan Pahlawan Nasional.
Soe Hok Gie
Mungkin dari sekian tokoh yang saya ceritakan, Soe Hok Gie adalah tokoh yang paling akrab dengan diri kita. Soe Hok Gie mustinya masuk ke dalam daftar tokoh Pahlawan Nasional.
Soe Hok Gie, adalah seorang keturunan Cina yang darinya justru kita banyak belajar tentang KeIndonesiaan. Dialah tokoh yang paling depan dalam menyadarkan sebuah Indonesia baru, Manusia Indonesia dengan Peradaban Indonesia.
Gie bertarung di jalan-jalan saat penumbangan Sukarno, tapi ia tidak membenci Sukarno ia membenci keadaan, ia tidak membenci PKI, ia membenci keadaan yang PKI masuk dalam lingkaran rumit. Pada akhirnya hanya Gie sendirian yang melawan pemerintah militer Orde Baru dengan menuliskan sebuah naskah penuh pujian kepada Sudisman tokoh PKI yang amat commit terhadap Sukarno.
Gie menolak untuk menjadi pejabat seperti pemuda lainnya macam Akbar Tandjung, Abdul Gafur atau Sofjan Wanandi. Ia memilih tetap pada jalur berjarak dengan kekuasaan. Dalam tulisannya Gie menceritakan pembantaian di Bali karena perburuan-perburuan orang PKI yang amat menyeramkan. Dari sinilah kesadaran Gie muncul, ia harus melawan pemerintahan militer yang tidak benar. Tapi sayang Gie mati muda.
Dari api pikiran Gie inilah kemudian terjajar rapi barisan mahasiswa yang menolak berkompromi dengan garis kekuasaan mulai dari Arif Budiman –kakak kandungnya sendiri-, Hariman Siregar, Dorodjatun Kuntjorojakti sampai pada Mahasiswa yang melawan Orde Baru 1998 dan berhasil menjatuhkan Suharto.
Gie, pantas menjadi Pahlawan Nasional.
0 comments:
Post a Comment