Sekitar awal tahun 1945 Bung Karno dan Bung Hatta ke Dalat Saigon ,dia bareng dengan beberapa orang Tokoh penting Malaya seperti Dato' Ibrahim Hadji Jacoub, Adenan dan Sekar Chandra Bose didampingi Marsekal Terauchi ingin bertemu Gunseikan. Tapi disana delegasi tidak berjumpa dengan Gunseikan yang saat itu dikabarkan sedang mabok (hal ini terungkap beberapa tahun kemudian).
Saat itu Sukarno sudah mengantungi tanggal kemerdekaan akan terjadi pada 25 Agustus 1945. Tapi Sukarno harus menunggu konfirmasi dari pihak Jepang. Penggede Jepang masih sibuk mempertahankan seluruh pulau-pulau luar Jepang yang sudah diinvasi sekutu. Kunjung tak ada jawaban, kemudian keluarlah tanggal konfirmasi yakni 7 September 1945 kemerdekaan bisa dilakukan. Sekembalinya dari Dalat, ada sikap lain dari Sukarno dan Hatta ia amat merahasiakan apa yang terjadi pada pertemuan di Dalat.
Beberapa kali tokoh pemuda seperti Wikana, Sukarni atau Maruto mendesak, "Pembicaraan di Dalat" tapi Sukarno bungkem seribu bahasa, Hatta pun begitu. Yang jelas para pemuda merasa akan terjadi 'Proklamasi buatan Djepang'. Beberapa pemuda di rumah Maruto berkumpul untuk melakukan tindakan nekat, meng-fait accompli sebuah tindakan yang mengunci agar jangan sampai 'Proklamasi buatan Djepang' terjadi di Indonesia.
Sementara di lain waktu, kelompok bawah tanah (Illegal) sudah menyatakan penyatuan kepemimpinan akan berada di tangan Sjahrir. Mereka menolak Amir karena dinilai terlalu dekat dengan Belanda. Pemuda-pemuda tersebut kemudian menyusun Proklamasi dimana nantinya Sjahrir yang akan membacakan, para pemuda sepakat bahwa Sjahrir yang akan memimpin perjuangan, karena Sjahrir bersih dari tuduhan kolaborator dengan Jepang.
Mendapat beban tanggung jawab luar biasa, Sjahrir merasa gamang. Apakah ia bisa melakukan Proklamasi, 'apakah rakyat dibelakang saya'. Kegamangan itulah yang kemudian membuat Sjahrir pergi ke rumah Maruto di Jalan Veteran I, dengan keraguan luar biasa Sjahrir bertanya pada Maruto "Bung yakin pemuda kita sudah siap?..."Siapa yang memimpin pemuda?" . Membuat dan menyiarkan proklamasi itu gampang tapi mempertahankannya yang sulit. Itu perlu kekuatan, dimana kekuatan kita?.
Maruto berusaha menerangkan kesiapan pemuda, ia yang akan ambil resiko, pemuda siap dan panjang lebar Maruto menjawab kegamangan Sjahrir. Maruto kecewa setelah Sjahrir pulang dari rumahnya masih menyimpan rasa ragu.
Lalu Maruto bertemu dengan kliknya : Sukarni, Pandu Kartawiguna, Adam Malik dan Chaerul Saleh. Sukarni beberapa kali geleng-geleng sambil nggak percaya Sjahrir bisa ragu seperti itu. Pandu nggebrak meja dan marah-marah mendengar kelakuan Sjahrir yang ragu, Adam Malik ketawa dan ia paham dengan jalan pikiran Sjahrir, Chaerul Saleh idem dengan Adam Malik.
Nggak lama kemudian keadaan makin genting, Maruto pergi ke Cirebon. Di sana ia berjumpa dengan dr. Sudarsono (Bapaknya eks Menhan Juwono Sudarsono). -Son-, panggilan akrab Sudarsono meminta teks proklamasi yang dia kira sudah diteken Sjahrir. "Mana teks proklamasi itu?" Maruto menjawab "Belum ada, Son" Lalu Son marah-marah "Aku sudah bersepeda 60 km tapi nggak ada teks itu, bilang sama Sjahrir saya akan buat sendiri teks itu!" Akhirnya Son, sendiri nekat mengumumkan 'Proklamasi Cirebon' 16 Agustus 1945. Dihadiri sekitar 150-an orang terutama dari tokoh PNI-Pendidikan, Proklamasi dilakukan di alun-alun Cirebon.
Sementara di Djakarta kondisi makin genting. Djawoto mengabarkan kepada beberapa tokoh pemuda bahwa Sjahrir malah mengunjung Sukarno-Hatta untuk melakukan Proklamasi. "Lha, daripada Sjahrir yang ndesak biar kita aja desak itu Sukarno" pikir pemuda. Lalu terjadilah peristiwa Rengasdengklok, dimana Sukarno dipaksa Sukarni yang sama-sama berdarah Blitar untuk memerdekakan Indonesia sekarang juga. Itu juga terjadi insiden gebrak-gebrakan meja sampai tangan Sukarno sakit, Hatta yang menenangkan semuanya. Hatta masih ragu apakah Djepang kalah beneran? - Hal ini kerap jadi ungkitan setelah masa Proklamasi, bahkan setelah kejatuhan Sukarno 1966, Sukarni laris diwawancarai oleh wartawan asing tentang apa yang terjadi sebenarnya pada peristiwa 16/17 Agustus 1945 itu.
Sukarno-Hatta menolak pada awalnya karena mereka terikat komitmen pada Djepang. Tapi Sukarni lebih nekat lagi. Ternyata ada rahasia penting disini yang membuat Sukarno dan Hatta mau ikut kemauan Sukarni cs. Sewaktu di Dalat, Saigon. Penggede Djepang meminta kemerdekaan Indonesia itu meliputi wilayah : "eks Hindia Belanda dan Seluruh Malaya" Bung Karno dan Bung Hatta amat merahasiakan hal ini agar jangan sampai pemuda-pemuda itu tahu. Sebab kalau Malaya ikut serta, maka Indonesia harus siap berhadapan dengan pemenang perang yaitu : Inggris, dan kemungkinan kemerdekaan Indonesia batal secara hukum" Sukarno-Hatta menghitung kekuatan pemuda tidak akan sanggup bila menghadapi serbuan Inggris, sementara Belanda pasti senang bila Inggris ikut campur soal eks Hindia Belanda. Itulah hebatnya Sukarno dan Hatta yang mampu memprediksi peta kekuatan lawan secara dingin. Sukarno itu penuh perhitungan dan yang paling cerdas disini sebenarnya Hatta, ia mampu memprediksi secara detil apa yang terjadi bila sesuatu dilakukan. Bersama Hatta sebenarnya Sukarno menemukan kekuatan daya nalarnya, sayang setelah tandem Sukarno, Subandrio daya terobos Sukarno menjadi tak terkendali, tak ada hitungan politik yang dingin dan cermat. Tapi yang jelas disini dari awal Sjahrir juga mengira senjata paling efektif adalah melakukan agitasi ala Sukarno jadilah di awal kemerdekaan pada jam-jam pertama Sjahrir merapat ke Sukarno, Sjahrir gagal prediksi bahwa dikemudian waktu kekuatan bersenjata amat pesat, apalagi setelah kemunculan Tan Malaka di ruang publik. Perang menjadi sedemikian heroik. Amir Syarifudin juga berhasil mengonsolidasi militer resmi menjadi kekuatan raksasa yang bisa melawan agresi militer Belanda kelak dikemudian hari.
Tiga orang tokoh Malaya : Dato' Ibrahim Hadji Jacoub, Adenan dan Chandra Sekar Bose (Sekar-Bose meninggal karena pesawatnya ditembak). kecewa karena Malaya tidak ikut diproklamasikan kemerdekaannya satu dengan wilayah Indonesia. Akhirnya Ibrahim dan Adenan ikut perjuangan Indonesia. Ibrahim berganti nama menjadi Iskandar Kamel, Iskandar Kamel ini sohibnya Tun Abdul Razak, ia berjuang perang dengan Belanda takut pulang ke Malaya kerna bila pulang takut kena tuduh bagian dari kolaborator Djepang. Akhirnya ia masuk TNI dan jadi Kolonel. Terakhir ia menjadi Ketua Partindo, pada pemilu 1971, Iskandar Kamel masuk Partai Murba. Sementara Adenan yang awalnya masuk TNI lalu berhenti dari dinasnya dan pergi ke Amerika Serikat disana ia mendirikan Biro Arsitek "Adenan & Adenan"
0 comments:
Post a Comment