" Kita langsung terjun di dalam fase negara nasional ini. Maka oleh
karena itu di dalam perdebatan saya dengan beberapa pihak, saya berkata: ‘Republik Indonesia bukan negara agama, tetapi adalah negara nasional, di dalam arti meliputi seluruh badannya natie Indonesia’.
Dan apa yang dinamakan natie? Sebagai tadi sudah saya katakan, ialah segerombolan manusia dengan jiwa le desire d’etre ensemble, dengan jiwa,sifat, corak yang sama, hidup di atas satu wilayah yang nyata-nyata satu unit atau satu kesatuan.
Maka, jikalau kita membantah anggapan, baik daripada pihak agama maupun dari pihak Marxis yang dangkal bahwa kita harus berdiri di atas kebangsaan dan mereka berkata tidak, pada
hakikatnya ialah oleh karena ada salah paham tentang apa yang dinamakan kebangsaan. Pihak agama kadang-kadang tidak bisa mengadakan batas yang tegas antara ini adalah agama, ini adalah kenegaraan.Negara tidak boleh tidak harus mempunyai wilayah, agama tidak. Adakah negara tanpa wilayah? Tidak ada! Negara harus mempunyai wilayah. Syarat mutlak daripada negara yaitu teritori yang terbatas.
Dan agar supaya negara kuat, maka wilayah ini harus satu unit. Dan bangsa yang hidup di dalam satu unit itu akankah menjadi bangsa yang kuat, jikalau ia mempunyai rasa kebangsaan bukan bikin-bikinan, tetapi yang timbul daripada objectieve verhoudingen.Agama tidak memerlukan teritorial, agama cuma mengenai manusia. Tapi lihat, orang yang beragama pun, aku beragama, engkau beragama, orang Kristen di Roma beragama, orang Kristendi negeri Belanda beragama, orang Inggris yang duduk di London beragama, pendeknya orang-orang beragama yang dalam agamanya tidak mengenal teritorial. Kalau ia memindahkan pikirannya kepada keperluan
negara, ya tidak boleh tidak harus berdiri di atas teritorial, di atas
wilayah. Tidak ada satu negara, meskipun negara itu dinamakan agama
Islam, tanpa teritorial…
Jadi, Saudara-saudara, saya ulangi, salah paham letaknya di situ. Tidak bisa membedakan antara apa yang diartikan dengan agama, apa yang diartikan dengan negara. Itulah sebabnya maka selalu hal ini menjadi persimpangsiuran di dalam pembicaraan-pembicaraan….”
0 comments:
Post a Comment